Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Luar Negeri Inggris Liz Truss terpilih menjadi Perdana Menteri (PM) Inggris menggantikan Boris Johnson. Ia akan menghadapi tantangan ekonomi yang mengancam akan menjerumuskan jutaan orang Inggris ke dalam kemiskinan musim dingin ini.
Dilansir Bloomberg pada Senin (5/9/2022), Liz Truss unggul atas Mantan Menteri Keuangan Inggris Rishi Sunak dalam persaingan terakhir di dalam Partai Konservatif yang berkuasa. Dalam pemungutan suara, Truss meraih 81.326 suara atau 57,4 persen, sedangkan Sunak mendapat 60,399 suara atau 42,6 persen.
Liz Truss menjadi Perdana Menteri ke-56 Inggris. Dia juga menjadi PM wanita ketiga setelah Theresa May dan Margaret Thatcher. Wanita berusia 47 tahun itu secara konsisten mengungguli Sunak dalam pemungutan suara di antara sekitar 200.000 anggota Konservatif yang memenuhi syarat untuk memilih.
Liz Truss unggul dua digit atas Sunak dalam jajak pendapat anggota Tory. Hal ini berarti kemenangan Truss telah diantisipasi selama berminggu-minggu, dan modal asing bersiap untuk merek diplomasinya yang agresif.
Dalam pidato singkat setelah terpilih sebagai PM Inggris, Truss mengatakan dia akan menjalankan pemerintahan sebagai seorang konservatif. Ia menegaskan akan menjalankan rencananya untuk memotong pajak.
“Kami perlu menunjukkan bahwa kami akan memberikan sepenuhnya selama dua tahun ke depan. Saya akan menyampaikan rencana berani untuk memotong pajak dan menumbuhkan ekonomi,” ungkapnya.
Baca Juga
Truss baru akan dilantik sebagai Perdana Menteri pada Selasa (6/9), ketika dia mengunjungi Ratu Elizabeth II di istananya di Skotlandia, tak lama setelah Johnson juga bertemu dengan raja.
Truss kemudian diharapkan kembali ke Downing Street No 10 untuk memberikan pidato kenegaraan perdana, sebelum menunjuk anggota kabinetnya.
Tantangan berat Truss termasuk memperbaiki Layanan Kesehatan Nasional yang tertekan pandemi Covid-19, mengatasi ketidakpuasan industri dan pemogokan di berbagai bidang seperti pendidikan dan transportasi, dan menavigasi hubungan yang penuh dengan Uni Eropa yang masih bisa mengarah ke perang dagang.