Bisnis.com, JAKARTA - Kepala Litbang Pengurus Besar (PB) Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Sumardiansyah Perdana Kusuma menyebut penghapusan tunjungan profesi guru dalam Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) menjadi contoh dari pelemahan dan pelecehan terhadap harkat dan martabat guru.
Menurut Sumardiansyah, penghapusan itu membuat guru akhirnya menjadi profesi dengan tingkat kesejahteraan hidup yang berada di bawah level minimum. Hal ini juga menyebabkan adanya ketimpangan penghasilan guru di satu daerah dibandingkan dengan daerah lainnya.
"Kesejahteraan yang awalnya di atas minimum dengan tambahan tunjangan maslahat dan profesi, lalu dijadikan standard atau bahkan di bawah minimum karena tidak semua mendapatkan tunjangan kinerja," terang Sumardiansyah dalam Rapat Dengar Pendapar (RDP) bersama Komisi X, Senin (5/9/3022).
Tak hanya menjadi contoh dari pelemahan profesi guru, PGRI juga menilai bahwa penyusunan RUU Sisdiknas juga terkesan tergesa-gesa dan tidak transparan. Hal ini dapat dilihat dari tidak adanya keterlibatan PGRI sebagai organisasi keprofesian guru yang legal di Indonesia dalam perumusan RUU Sisdiknas.
"Karena penyusunannya tergesa-gesa, diam-diam, dan minim keterlibatan ahli dan partisipasi publik, seharusnya sebagai organisasi guru pertama, PGRI wajib dilibatkan dalam berbagai kebijakan pendidikan di Indonesia," tegas Sumardiansyah.
Selain itu, PGRI juga turut menyoroti tentang belum selesainya peta jalan (roadmap) pendidikan yang seharusnya menjadi acuan atau prasyarat dalam penyusunan RUU Sisdiknas.
Baca Juga
Sekadar informasi, penghapusan tunjangan profesi guru, tunjangan khusus bagi guru di daerah terpencil, hingga tunjungan kehormatan dosen yang tertulis dalam Ayat 3 Pasal 127 dihapus atau hilang dalam draf RUU Sisdiknas yang dikeluarkan pada Agustus lalu.
Hal ini seolah bertentangan dengan apa yang disampaikan oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim. Dia mengatakan bahwa keberadaan UU Sisdiknas salah satunya bertujuan untuk memastikan guru ASN dan non-ASN mendapatkan penghasilan yang layak.
"Kami ingin memastikan bahwa guru ASN mendapatkan penghasilan yang layak dari gaji dan tunjangan mereka berdasarkan UU ASN. Tunjangan itu akan ditingkatkan dan tidak perlu lagi menunggu sertifikasi untuk mendapatkan tunjangan,” kata Nadiem dalam rapat kerja dengan Komisi X DPR di Jakarta, Selasa (30/8/2022).
Begitu juga untuk guru non-ASN, bisa mendapatkan upah yang layak dari yayasan sebagai pemberi kerja berdasarkan UU Ketenagakerjaan. Dengan demikian Bantuan Operasional Sekolah (BOS) swasta akan ditingkatkan.