Bisnis.com, JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhirnya meniru langkah Presiden ke 6 Susilo Bambang Yudhoyono untuk mengerem dampak kenaikan bahan bakar minyak alias BBM.
Jokowi, seperti banyak diberitakan sebelumnya, melakukan road show dari Papua, Kepulauan Tanimbar, hingga Lampung untuk membagi-bagikan Bantuan Tunai Langsung (BLT) kompensasi kenaikan BBM.
Padahal kebijakan BLT jarang ditempuh oleh pemerintahan Jokowi. Joko Widodo yang pernah secara terang-terangan menyatakan tidak setuju dengan adanya BLT.
Komentar tersebut disampaikan Jokowi saat masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. "Saya memang dari dulu tidak senang dengan bantuan tunai," kata Jokowi dikutip dari video lama yang kembali viral.
"Kalau bisa, bantuan itu diberikan kepada usaha-usaha produktif, usaha-usaha kecil dan rumah tangga yang produktif, itu akan lebih baik," tambahnya.
SBY dan BLT
Istilah BLT sejatinya muncul pada masa pemerintahan SBY. Pada 2005 lalu, pemerintahan SBY jilid I mengeluarkan BLT untuk meredam gejolak kenaikan BBM.
Baca Juga
Dilansir dari Tempo, target utama dari program BLT ini adalah keluarga miskin dengan anak berusia antara 0 sampai 15 tahun, atau ibu yang sedang hamil. Dana tunai tersebut akan diberikan kepada keluarga pendaftar selama enam tahun.
Program ini telah diberikan ke 20 provinsi, 86 daerah dan 739 sub daerah. Jumlah penerima bantuan saat itu mencapai 816 ribu keluarga miskin.
Penerima BLT mendapatkan transfer tunai Rp 300 ribu yang dikirim melalui kantor pos, dengan pembayaran dalam tiga tahap dimulai pada Oktober dan tambahan pembayaran sebesar Rp 300 ribu sisanya diberikan pada tahun berikutnya dengan total insentif Rp 1,2 juta per rumah tangga.
Jokowi mengadopsi kebijakan BLT pada awal Pandemi Covid-19 lalu. Program bantuan pemerintah dalam bentuk uang tunai itu diberikan sebagai upaya meminimalkan dampak pandemi virus Corona. M
Menteri Sosial saat itu, Juliari Batubara menyebutkan, BLT ini akan diberikan kepada seluruh keluarga yang tercatat dalam data terpadu Kemensos.
“Presiden menyetujui usulan kami untuk memberikan bantuan langsung tunai atau disingkat BLT selama tiga bulan, dengan indeks juga Rp 600 ribu per keluarga,” kata Juliari Batubara usai rapat dengan Presiden, Selasa, 7 April 2020.
Pada April 2022 lalu, Jokowi kembali menggulirkan program BLT untuk minyak goreng. Kebijakan ini dilakukan lantaran melonjaknya harga minyak goreng di pasaran karena kelangkaan. Besaran BLT yang diberikan senilai Rp 100 ribu per bulan selama 3 bulan terhitung April, Mei, Juni 2022.
BLT tersebut digelontorkan sekaligus pada April sebanyak Rp300 ribu. BLT tersebut diberikan kepada 20,5 juta keluarga miskin penerima Program Bantuan Pangan Non Tunai, dan Program Keluarga Harapan.
Bantuan juga diberikan ke 2,5 juta pedagang gorengan. “Ini untuk ringankan beban masyarakat,” kata Jokowi dalam jumpa pers, Jumat , 1 April 2022.
Kenaikan BBM
Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi memutuskan untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis Pertalite dan Solar pada Sabtu (3/9/2022).
Sebelumnya, Presiden Jokowi mengatakan pemerintah telah berupaya kuat melindungi rakyat dari gejolak harga minyak dunia. Bahkan, Jokowi mengakui ingin menjaga harga BBM dalam negeri tetap terjangkau dengan memberikan subsidi.
“Tetapi anggaran subsidi dan kompensasi tahun 2022 telah meningkat tiga kali lipat dari Rp152,2 triliun menjadi Rp502,4 triliun dan itu akan meningkat terus dan lagi lebih dari 70 persen subsidi justru dinikmati oleh kelompok masyarakat yang mampu yaitu pemilik mobil-mobil pribadi,” katanya dalam siaran resminya secara virtual, Sabtu (3/9/2022).
Menurutnya, keputusan untuk menaikkan harga BBM subsidi merupakan hal yang sulit dan opsi terakhir yang akan dilakukan pemerintah. Tetapi, beban subsidi yang terus meningkat memaksa pemerintah untuk mengalihkan subsidi BBM sehingga harga BBM yang selama ini mendapatkan subsidi akan mengalami penyesuaian.
Penyesuaian harga BBM itu terjadi untuk Pertalite dari harga awal Rp7.650 per liter menjadi Rp10.000 per liter, diikuti Solar subsidi dari harga awal Rp5.150 per liter menjadi Rp6.800 per liter.
Adapun pemerintah turut mengerek harga Pertamax non subsidi dari angka Rp12.500 ke posisi Rp14.500 per liter.