Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Eks Presiden Dmitry Medvedev Tegaskan Rusia Tidak Dapat Hentikan Perang di Ukraina

Mantan Presiden Dmitry Medvedev menegaskan Rusia tidak dapat menghentikan perang di Ukraina meskipun melepas ambisi bergabung dengan NATO.
Mantan Presiden Rusia Dmitry Medvedev./Istimewa
Mantan Presiden Rusia Dmitry Medvedev./Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA – Mantan Presiden Dmitry Medvedev menegaskan, bahwa Rusia tidak dapat menghentikan perang di Ukraina yang sudah berlangsung 6 bulan, meskipun melepas ambisi bergabung dengan NATO.

Dikutip dari Channelnewsasia, Sabu (27/8/2022), Medvedev adalah sekutu utama Presiden Vladimir Putin dan kini menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Keamanan Rusia.

Dia menegaskan, bahwa Moskow tidak akan menghentikan operasi militernya di Ukraina bahkan jika Kyiv secara resmi meninggalkan aspirasinya untuk bergabung dengan NATO.

Dalam sebuah wawancara dengan televisi Prancis, dia menyebut bahwa Rusia siap untuk melakukan pembicaraan dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky dengan syarat-syarat tertentu.

Bahkan, sebelum invasi pada Februari 2022, Moskow menjelaskan bahwa keanggotaan Ukraina di NATO tidak dapat diterima.

"Meninggalkan partisipasinya dalam aliansi Atlantik Utara sekarang penting, tetapi itu sudah tidak cukup untuk membangun perdamaian," kata Medvedev kepada televisi LCI dalam kutipan yang dilaporkan oleh kantor berita Rusia.

Rusia, katanya, akan melanjutkan operasi militer sampai tujuannya tercapai. Putin mengatakan dia ingin "denazifikasi" Ukraina. Kyiv dan Barat mengatakan ini adalah dalih tak berdasar untuk perang.

Rusia dan Ukraina mengadakan beberapa kali pembicaraan setelah invasi dimulai, tetapi tidak membuat kemajuan.

"Ini (pembicaraan) akan tergantung pada bagaimana peristiwa itu terjadi. Kami sudah siap sebelum bertemu (Zelensky)," kata Medvedev.

Dalam komentarnya, dia juga mengatakan senjata Amerika Serikat (AS) yang sudah dipasok ke Ukraina - seperti peluncur roket ganda HIMARS - belum menimbulkan ancaman substansial.

Tapi itu bisa berubah, katanya, jika senjata yang dikirim AS bisa mengenai target pada jarak yang lebih jauh.

“Artinya ketika rudal semacam ini terbang 70 km, itu satu hal,” katanya.

"Tapi ketika itu 300 km – 400 km, itu lain, sekarang itu akan menjadi ancaman langsung ke wilayah Federasi Rusia,” tukasnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Nancy Junita
Editor : Nancy Junita
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper