Bisnis.com, JAKARTA — Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Kemendikbudristek Anindito Aditomo atau Nino memaparkan sejumlah miskonsepsi yang muncul dalam penerapan kurikulum merdeka di berbagai tingkat pendidikan di Indonesia.
Miskonsepsi pertama ialah menjadikan upaya pergantian kurikulum sebagai tujuan dari diselenggarakannya kurikulum merdeka.
Menanggapi hal ini, Nino menegaskan bahwa tujuan dari dibentuknya kurikulum merdeka adalah untuk menjadikan program tersebut sebagai alat bagi para pengajar untuk dapat memperbaiki kualitas pembelajaran di tiap-tiap sekolah.
“Jangan sampai kita melihat ganti kurikulum itu sebagai tujuan. Karena kalau kita melihat kesana, kita hanya akan sibuk mengurusi urusan administratif dan melupakan esensi utamanya,” tutur Nino dikutip dari YouTube Kemendikbud RI, Jumat (22/7/2022).
Kemudian untuk miskonsepsi kedua, Nino menyinggung tentang spekulasi mengenai penerapan kurikulum merdeka yang dinyatakan benar ataupun salah secara absolut.
Dia mengatakan bahwa penerapan kurikulum merdeka seharusnya dinilai secara kontekstual yang disesuaikan dengan situasi serta kondisi di masing-masing sekolah.
Baca Juga
“Kriteria salah benar penerapan kurikulum merdeka adalah apakah penerapan itu menstimulasi tumbuh kembang karakter dan kompetensi anak didik kita? Itu lah kriteria utamanya,” jelas Nino.
Miskonsepsi ketiga, terjadi kekeliruan yang menjadikan pelatihan dari pusat atau dalam hal ini adalah KemendikbudrRistek, sebagai salah satu syarat penerapan kurikulum merdeka.
Nino mengatakan bahwa masih banyak tenaga pengajar yang terus menunggu pelatihan dari pusat, sebelum berusaha untuk menjalankan kurikulum merdeka secara mandiri.
Menyayangkan hal tersebut, Nino bertutur bahwa peran Kemendikbudristek yang sebenarnya adalah untuk menyediakan perangkat-perangkat pembelajaran yang bisa digunakan oleh masing-masing sekolah secara mandiri.
“Jadi tidak ada pelatihan yang seragam dan seolah-olah pihak pusat lah yang paling tahu, itu tidak ada. Semuanya harus mencoba memahami secara mandiri untuk konteksnya masing-masing,” katanya.
Miskonsepsi keempat yakni mengenai anggapan bahwa sistem kurikulum merdeka hanya dapat diterapkan di sekolah-sekolah yang memiliki berbagai fasilitas yang memadai.
Padahal Nino menekankan bahwa kurikulum merdeka ialah instrumen fleksibel yang mampu dianut oleh berbagai level pendidikan yang ada di Indonesia.
“Justru kurikulum merdeka itu fleksibel sehingga bisa diterjemahkan, diturunkan, dioperasionalkan menjadi kurikulum yang sesuai dengan sekolah-sekolah di manapun,” ucap Nino.
Bahkan Nino mengatakan bahwa kurikulum merdeka seharusnya tetap bisa diterapkan di sekolah yang berada di pelosok daerah maupun sekolah yang belum dilengkapi dengan fasilitas yang memadai.
“Untuk sekolah-sekolah tersebut, tetap bisa diterapkan kurikulum merdeka yang disesuaikan dengan kesiapan dan kemampuan dari masing-masing sekolah dan tenaga pengajar.”
Adapun Nino mengajak seluruh tenaga pengajar di Indonesia agar dapat terus berinisiatif untuk menerapkan program kurikulum merdeka yang sesuai dengan kemampuannya masing-masing.
Di sisi lain, Nino juga turut menyampaikan sejumlah dukungan yang akan terus diberikan oleh Kemendikbudristek, seperti penyediaan modul pelatihan berstandar nasional bagi guru dan kepala sekolah.
Selain itu, baik guru maupun kepala sekolah, mereka juga dapat mengakses berbagai panduan pembelajaran yang dapat diakses secara gratis melalui kurikulum.kemendikbud.co.id.
Sedangkan untuk menunjang sarana pembelajaran, Kemendikbudristek juga telah menyediakan berbagai perangkat ajar terbaru untuk tiap-tiap sekolah.
“Terutama buku teks terbaru yang lebih menarik dan bisa meningkatkan kemauan anak-anak untuk gemar membaca,” terang Nino.
Terakhir, Nino memastikan bahwa pihaknya telah meningkatkan anggaran bantuan operasional sekolah (BOS), terutama bagi sekolah-sekolah yang berada di pelosok daerah.
Nino menyebut bahwa kenaikan dana BOS pada tahun ini ialah cukup signifikan, yakni dimulai dari 30 hingga 50 persen.
Dikutip dari ditpsd.kemdikbud.go.id, pada tahun 2022, dana BOS tersebut telah disalurkan kepada 217.620 sekolah yang telah memenuhi syarat, dengan total anggaran sebesar Rp51,6 triliun.