Bisnis.com, JAKARTA - Penembakan mantan Perdana Menteri (PM) Jepang Shinzo Abe menjadi pukulan telak terhadap pemerintah Jepang yang dikenal sangat ketat dalam pemberian izin kepemilikan senjata.
Dilansir dari TheGuardian, Jumat (8/7/2022), Jepang memiliki toleransi hampir nol terhadap kepemilikan senjata dan menjadi salah satu negara dengan tingkat kekerasan senjata terendah di dunia. Walhasil, serangan terhadap Shinzo Abe menjadi tindakan kekerasan yang luar biasa.
Beberapa pelanggaran kepemilikan senjata yang dilaporkan di Jepang biasanya melibatkan anggota sindikat kejahatan yakuza. Berdasarkan laporan kepolisian, dikutip dari Nikkei Asia, ada 21 penangkapan pelaku pelanggaran penggunaan senjata api di Jepang pada 2020, dimana 12 orang di antaranya terafiliasi geng tertentu.
Sementara itu, menurut Badan Kepolisian Nasional Jepang, ada enam kematian akibat senjata pada 2014, sedangkan pada 2006 hanya dua orang tewas dalam serangan senjata. Data tersebut menegaskan bahwa angka kematian akibat serangan senjata di Jepang sangat jarang melebihi 10 orang per tahun, meskipun berpenduduk 126 juta orang.
Angka tersebut berbanding terbalik dengan negara Amerika Serikat (AS), yang mencatatkan lebih dari empat pembunuhan akibat serangan senjata api per 100.000 orang pada 2019. Pada saat yang sama, Jepang hampir nol kasus kematian akibat serangan senjata. Data tersebut tertuang dalam laporan terkini University of Washington tahun 2022.
Dalam laporan yang sama disebutkan bahwa di antara negara-negara berpenghasilan tinggi menurut laporan Bank Dunia, dengan tingkat pembunuhan senjata api per 100.000 orang, AS mencatatkan rerata 4,2 kasus, Australia 0,18, dan Jepang 0,02.
Baca Juga
Izin Ketat untuk Memiliki Senjata Api di Jepang
Pada 1958, undang-undang di Jepang melarang warga sipil memiliki senjata api dan pedang. Meskipun telah sedikit melunak, Pemerintah Jepang saat ini tetap ketat dalam pemberian izin kepemilikan senjata, khususnya senjata api.
Untuk memiliki senjata api, warga Jepang harus menempuh setidaknya 13 tahapan. Pertama, calon pemilik senjata harus bergabung dengan klub berburu atau menembak.
Kemudian mereka harus mengikuti kelas senjata api dan lulus ujian tertulis, sebelum dokter menyatakan bahwa mereka sehat mental dan tidak memiliki riwayat ketergantungan narkoba.
Calon pemilik senjata kemudian harus mendaftar untuk mengikuti kursus sehari penuh tentang cara menembakkan senjata dan menyimpannya dengan aman.
Polisi kemudian mewawancarai mereka soal alasan menginginkan senjata api, melakukan pemeriksaan latar belakang menyeluruh, yang melibatkan wawancara anggota keluarga, hubungan mereka dengan tetangga mereka, riwayat pekerjaan, hingga status keuangan mereka.
Jika lulus, mereka kemudian dapat mengajukan izin dan mendapatkan sertifikat dari otoritas terkait jenis senjata yang diinginkan. Pemilik senjata harus membeli loker amunisi dan brankas senjata, yang kemduian diperiksa secara rutin oleh polisi.
Sementara itu, Pemerintah Jepang memberikan pengecualian terhadap kepemilikan senapan untuk berburu dan olah raga.
Sebagai tambahan upaya pencegahan penyalahgunaan senjata api, Pemerintah Jepang memiliki undang-undang ketat yang mengatur jumlah toko senjata yang diizinkan beroperasi. Pemerintah hanya tiga toko senjata dapat beroperasi di setiap prefektur.