Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Imbas BA4 dan BA5, Singapura Lebih Awal Didera Covid-19 Gelombang Keempat

Epidemiolog sulit memprediksi kapan gelombang Covid-19 terjadi, karena keterbatasan data, dan angka testing yang rendah.
Tangkapan layar- Ilustrasi Virus Corona varian Omicron. JIBI/Bisnis-Nancy Junita
Tangkapan layar- Ilustrasi Virus Corona varian Omicron. JIBI/Bisnis-Nancy Junita

Potensi Gelombang Keempat

Singapura telah mengumumkan puncak Covid-19 gelombang keempat. Sedangkan, Menkes Budi Gunadi menyebut, di Indonesia puncak kasus Covid-19 subvarian BA4 dan BA5 pada pertengahan Juli 2022.

Namun, Dicky menyebut bahwa sulit memprediksi waktu puncak Covid-19, karena hal itu cukup kompleks dengan keterbatasan data.

“Saya kira sekali lagi ini agak tricky memprediksinya karena masih didominasi kasus yang tidak bergejala dengan modal imunitas yang jauh lebih besar, maka kita harus berhati-hati dalam menyampaikan atau menarasikan puncak gelombang,” lanjutnya.

Narasi puncak Covid-19 seringkali disalahartikan, misalnya jika sudah lewat puncak, maka kondisi akan lebih bebas, padahal tidak.

“Ini kan pandemi dan kita sudah membuktikan dengan mengalami bahwa gelombang silih berganti dan ini bukan gelombang terakhir bukan varian atau varian terakhir juga,” kata Dicky.

Dia memperkirakan durasi dari gelombang keempat nanti akan sedikit lebih panjang karena kehadiran BA 2.75.

“Meskipun tidak tinggi ya dalam kasus kematian, tapi karena ada potensi kehadiran BA.2.75 ini memperpanjang durasinya itu,” ungkapnya.

Maka, upaya perlindungan mitigasi terutama percepatan capaian dosis tiga bahkan empat untuk kelompok yang berisiko sangat penting. Khususnya tingkat keparahan kesakitan dan mencegah pasien rentan masuk ke rumah sakit atau ICU.

Masdalina pun mengatakan tidak bisa memprediksi kapan dan durasi gelombang Covid-19 yang akan datang.

"Kalau kami secara epidemiologi tidak bisa mengukur itu pada saat ini. Mengapa? Karena kapasitas testing rendah dibandingkan puncak kasus Omicron pada Februari-Maret," ungkapnya.

Kala itu, jumlah testing yang dilakukan mencapai 10 juta testing per minggu. Maka, dalam sehari jumlah orang yang dites mencapai 300 ribu hingga 400 ribu.

Sementara, saat ini jumlah testing spesimen diagnostik turun hingga seperenam di kisaran 40 ribu sampai 60 ribu per hari.

Ditambah dengan standar tes PCR yang sama rendahnya, bahkan untuk PCR sendiri saat ini 70 persen merupakan hasil testing di DKI Jakarta.

"Kalau kita mau bicara kondisi transmisi di Indonesia saat ini, yang bisa kami pegang itu hanya di Jakarta dengan testing yang sangat baik. Daerah lain kita tidak bisa pegang," paparnya.

Dia menegaskan, tidak relevan jika saat ini sudah mulai melakukan pengukuran puncak gelombang keempat. Pasalnya, kondisi pengendaliannya pun masih belum maksimal.

"Kalau dikatakan 'oh ini puncaknya', akan sepertiga lebih rendah dibandingkan Omicron dan Delta, ya tidak akan mungkin mencapai kasus Omicron yang kemarin, karena tes cuma 40-60 ribu per hari," jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Halaman Sebelumnya
Tren Kenaikan Kasus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper