Bisnis.com, JAKARTA — Politikus PPP Arsul Sani menyayangkan langkah Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang mengajukan permohonan uji materi ambang batas presiden atau presidential threshold 20 persen ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Menurut Arsul, PKS seharusnya menggugat presidential threshold 20 persen lewat legislatif, bukan yudikatif. Sebab, PKS termasuk partai yang memiliki kursi di DPR.
“Kenapa? Karena hak kita [partai yang memiliki kursi di DPR] itu melakukan legislative review, bukan judicial review. Kita itu harus berjuangnya di sini [DPR], bukan di MK,” ungkap Arsul kepada awak media di Gedung Nusantara II DPR, Rabu (6/7/2022).
Untuk diketahui, legislative review adalah upaya mengubah suatu UU lewat DPR. Sedangkan judicial review merupakan peninjau oleh MK, apakah suatu UU sejalan dengan konstitusi suatu negara.
Arsul mengatakan seharusnya partai yang tak memiliki kursi di DPR yang mengajukan uji materi presidential threshold 20 persen ke MK.
Dia menyarankan kepada fraksi-fraksi DPR yang tak setuju dengan aturan presidential threshold 20 persen untuk segera menggugatnya.
Baca Juga
“Kan DPR sekarang ini masih punya waktu [sebelum Pemilu 2024], jadi berkesempatan untuk me-review kembali UU Pemilu yang terkait dengan ambang batas pencalonan presiden,” jelas Arsul
Mantan Sekjen Partai Persatuan Pembangunan (PPP) tersebut menambahkan, sebenarnya partainya juga tidak setuju dengan aturan ambang batas presiden tersebut.
Namun, PPP tak akan menggugat aturan itu sekarang. Menurutnya, PPP masih menunggu hasil Pemilu 2024 sebelum mengambil langkah terkait aturan presidential threshold 20 persen.
Hari ini, Rabu (6/7/2022), PKS resmi mengajukan permohonan uji materi Pasal 222 UU No.7/2017 (UU Pemilu) ke MK. Dalam pasal tersebut, diatur ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold.
Menurut aturan tersebut, hanya partai atau gabungan partai yang punya kursi setidaknya 20 persen di DPR yang berhak mencalonkan presiden dan wakil presiden dalam Pemilu.