Bisnis.com, JAKARTA - Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) menyebutkan sekitar 60 negara kini mengalami tekanan ekonomi akibat krisis pangan dan energi di tingkat global.
“Krisis energi, krisis pangan, krisis keuangan sudah mulai melanda beberapa negara. Ada kurang lebih 60 negara yang dalam proses menghadapi tekanan karena utang, sehingga menekan ekonominya, tidak ada devisa, dan masuk pada yang namanya krisis ekonomi, krisis keuangan negara itu. Inilah yang harus betul-betul kita antisipasi,” ujarnya saat memimpin Sidang Kabinet Paripurna (SKP) di Istana Negara, Jakarta, Senin (20/06/2022).
Dia pun menginstruksikan jajarannya untuk mewaspadai situasi dunia yang tidak dalam kondisi normal serta mengantisipasi krisis pangan dan energi.
Selain itu, Jokowi meminta jajarannya untuk terus menyampaikan perkembangan situasi global saat ini kepada masyarakat, termasuk krisis yang memicu kenaikan harga komoditas pangan dan energi.
“Sehingga rakyat tahu bahwa posisi kita ini kalau dibandingkan negara lain ini masih pada kondisi yang sangat baik,” imbuhnya.
Selain itu, Kepala Negara meminta jajaran terkait untuk melakukan penghematan sekaligus mencegah ternyata terjadinya kebocoran pada dua sektor tersebut.
Baca Juga
Presiden Jokowi mencontohkan, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di sektor energi yaitu Pertamina dan PLN harus melakukan efisiensi, tidak hanya bergantung dari subsidi pemerintah.
“Jadi terkait dengan krisis energi, baik itu yang namanya BBM, gas, solar, pertalite, pertamax, listrik, ini jangan sampai terlalu mengharapkan, utamanya Pertamina dan PLN, terlalu mengharapkan subsidi di Kementerian Keuangan. Mestinya di sana juga ada upaya-upaya efisiensi. Jadi dua-duanya berjalan,” ujarnya.
Kemudian, dalam jangka waktu pendek Kepala Negara juga meminta jajarannya untuk meningkatkan produksi sehingga tidak bergantung pada impor.
“Saya kira sumur-sumur minyak yang ada sekecil apapun agar didorong produksinya agar meningkat,” ujarnya.
Presiden pun menekankan kepada peserta SKP untuk menjaga agar harga komoditas pangan dan energi di masyarakat bawah tetap stabil dan terjangkau, termasuk minyak goreng.
“Saya tadi menanyakan Bapak Menko Marinves, tanya juga pagi tadi kepada Pak Mendag yang baru, masih minta waktu 2 minggu sampai 1 bulan agar merata. Saya kira secepatnya memang harus kita usahakan harga itu bisa tercapai agar terjangkau oleh masyarakat bawah,” ujarnya.
Lebih lanjut, Presiden juga menegaskan komitmen pemerintah untuk memberikan subsidi kepada masyarakat dalam menghadapi peningkatan harga komoditas secara global saat ini.
Menurutnya, meskipun beban fiskal saat ini cukup berat, pemerintah sudah berkomitmen untuk terus memberikan subsidi kepada masyarakat bawah, baik yang berkaitan dengan bahan bakar minyak (BBM) hingga gas dan listrik.
Untuk memberikan kelonggaran fiskal, Kepala Negara kembali menginstruksikan kepada kementerian/lembaga dan BUMN untuk melakukan belanja secara efisien.
“Saya minta kepada kementerian/lembaga dan BUMN, ini melakukan efisiensi belanja yang sebanyak-banyaknya agar pemerintah memiliki kelonggaran fiskal,” pungkas Jokowi.