Bisnis.com, JAKARTA - Epidemiolog dari Universitas Indonesia, Pandu Riono mengimbau masyarakat untuk tetap tenang dan tidak khawatir terkait kabar gelombang baru Covid-19 dari Pemerintah Singapura.
Pasalnya, Pemerintah Singapura memprediksi adanya gelombang baru Omicron yang disebabkan oleh sub varian BA.4 dan BA.5 pada Juli atau Agustus mendatang.
Pandu menyampaikan bahwa vaksinasi dosis ketiga atau booster Covid-19 perlu ditingkatkan untuk mencegah terjadinya gelombang kasus baru di Indonesia.
"Tidak usah terpengaruh dengan [kabar dari] Singapura. Kita usahakan tidak ada gelombang lagi, bagaimana caranya? Booster," katanya kepada Bisnis, Rabu (8/6/2022).
Menurutnya, optimalisasi cakupan vaksinasi booster menjadi satu-satunya cara untuk mencegah terjadinya gelombang baru Covid-19 karena antibodi masyarakat yang meningkat.
"Kalau itu [booster] berhasil ditingkatkan sampai Juli, kita enggak ada kenaikan apa-apa, ya 17 Agustus kita anggap sudah terkendali dengan baik," lanjutnya.
Baca Juga
Pandu juga mengungkapkan bahwa vaksinasi booster harus menjangkau kelompok rawan seperti lansia (lanjut usia) dan orang dengan penyakit komorbid. Bahkan, dia menyarankan agar 100 persen kelompok lansia di Indonesia mendapatkan vaksin booster.
"Kita kan vaksinasi pertamanya sudah tinggi sekali, sekarang tinggal dituntaskan yang kedua kemudian juga ditingkatkan booster. Karena ada jarak kan, hari ini vaksin, besok enggak bisa vaksin lagi. Ada jarak dua atau tiga bulan," katanya.
Pandu menambahkan, meskipun program vaksinasi booster di Indonesia agak terlambat dibandingkan negara lain, tetapi justru saat ini menguntungkan. Pasalnya antibodi masyarakat yang baru di booster masih tinggi sehingga bisa meminimalisir varian baru yang tengah merebak.
Diberitakan sebelumnya, Menteri Kesehatan Singapura Ong Ye Kung mengungkapkan pihaknya memperkirakan gelombang baru Omicron seiring dengan berkurangnya antibodi Covid-19.
"Kita kemarin (antibodi) tinggi banget belum ada angka penurunan, jadi masih ampuh. Vaksin Indonesia kan bagus karena ada prioritas bukan pemerataan. Yang rawan berdampak duluan, itu bedanya vaksin Indonesia dengan negara lain," pungkasnya.