Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Aksi Tuding Rusia-AS Soal Lab Biologis Rahasia, Fakta atau Propaganda?

Rusia menuding AS memiliki laboratorium biologis di sejumlah tempat, termasuk Indonesia, sedangkan AS menampik dan menuduh Rusia terus menyebarkan propaganda.
Ilustrasi Adenovirus/WebMD
Ilustrasi Adenovirus/WebMD

Bisnis.com, JAKARTA - Aksi saling tuduh antara Rusia dan Amerika Serikat (AS) terkait kepemilikan laboratorium biologis rahasia di sejumlah tempat masih terus terjadi di tengah konflik Rusia-Ukraina.

Laboratorium biologis yang dimaksud adalah tempat penelitian dan pengembangan senyawa biologis berbahaya, dimana secara umum dipadankan dengan senjata biologis massal.

Pengembangan senjata biologis massal sangat ditentang oleh masyarakat global karena dampaknya sangat luar biasa buruk bagi kelangsungan kehidupan manusia.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan senjata biologis sebagai mikroorganisme seperti virus, bakteri, jamur, atau zat beracun yang dihasilkan oleh organisme hidup yang diproduksi dan dilepaskan dengan sengaja untuk menyebabkan penyakit dan kematian pada manusia, hewan, atau tumbuhan.

Dengan demikian, senjata biologis menjadi momok tersendiri saat sebuah perang terjadi karena jika digunakan bisa menyebar ke seluruh dunia. Hal serupa juga diyakini atas penggunaan nuklir dan radiasi yang dihasilkannya.

Berikut ini adalah rangkuman Bisnis terkait dugaan keberadaan laboratorium biologis selama perang Rusia-Ukraina berlangsung: 

Laboratorium Biologis AS di Ukraina

Juru bicara Kementerian Pertahanan Rusia Igor Konashenkov mengatakan angkatan bersenjata Rusia menemukan bukti program biologi militer yang sedang dilaksanakan di Ukraina dan didanai oleh Departemen Pertahanan AS.

"Kami telah menerima dokumentasi dari karyawan laboratorium biologi Ukraina yang memerintahkan pemusnahan darurat patogen berbahaya seperti wabah, antraks, tularemia, kolera, dan penyakit mematikan lainnya pada 24 Februari," kata juru bicara itu pada Maret lalu.

Menurutnya, dokumen tersebut sedang dianalisis oleh spesialis Rusia dari pasukan perlindungan radiasi, kimia, dan biologi.

Dia mengatakan awal dari operasi militer khusus menimbulkan kekhawatiran serius di Pentagon tentang pengungkapan melakukan eksperimen biologis rahasia di wilayah Ukraina.

"Dokumen tersebut menerima konfirmasi bahwa pengembangan komponen senjata biologis dilakukan di laboratorium biologi Ukraina, di sekitar wilayah Rusia," kata Konashenkov.

Menurut juru bicara itu, Kementerian Kesehatan Ukraina memerintahkan semua biolaboratorium likuidasi darurat stok patogen berbahaya yang disimpan untuk menyembunyikan pelanggaran oleh AS terhadap Pasal 1 Konvensi PBB tentang Larangan Senjata Bakteriologis (Biologis) dan Racun.

Di sisi lain, AS dan Ukraina dengan tegas membantah bahwa mereka mengembangkan senjata biologis di Ukraina. Atas laporan tersebut, Dewan Keamanan PBB telah membahas dan menyimpulkan bahwa tidak ditemukan bukti kuat terkait tudingan tersebut. 

Laboratorium Biologis AS di Jakarta

Terkini, media Rusia, Sputnik, mengabarkan bahwa Amerika Serikat (AS) memiliki laboratorium biologis di Indonesia, yang terletak di Jalan Percetakan Negara, Rawamangun, Jakarta Timur.

Berita yang dirilis pada Kamis (25/5/2022) ini muncul di tengah upaya Rusia menyelidiki penelitian biologi AS di Ukraina. Pemerintah Rusia mengungkapkan bahwa tentaranya menemukan lab biologis dalam serangan di Ukraina.

Dari penelusuran Bisnis, lab yang dimaksud oleh media Rusia tersebut terletak di gedung Politeknik Kesehatan Kemenkes Jakarta II Jurusan Farmasi.

Sputnik mengungkapkan bahwa gedung tersebut menjadi lab dari NAMRU-2 – fasilitas bioresearch angkatan laut Amerika di mana patogen dan virus berbahaya disimpan dan digunakan.

NAMRU-2 sendiri sempat berada di Jakarta dari 1970 hingga 2009, sebelum kegiatan mereka dilarang oleh Kementerian Kesehatan negara itu karena dianggap ancaman terhadap kedaulatan Indonesia.

"Unit Penelitian Medis Angkatan Laut AS [US Naval Medical Research Unit /NAMRU] berpusat di Guam di bawah yayasan Rockefeller. Unit itu didirikan pada tahun 1955, sedangkan detasemen NAMRU-2 di Jakarta telah dibuka pada tahun 1970, untuk mempelajari penyakit menular yang berpotensi signifikansi militer di Asia,” tulis Sputnik.

Media pemerintah Rusia tersebut pun mewawancarai mantan menteri kesehatan pada periode 2004-2009 Siti Fadilah Supari. Menurut Dr Siti Fadilah Supari, kemanjuran keseluruhan penelitian Amerika dipertanyakan.

“Meskipun mereka fokus pada malaria dan tuberkulosis, hasilnya selama 40 tahun di Indonesia tidak signifikan”, kata Dr Supari.

Dia menambahkan bahwa perjanjian antara Indonesia dan AS tentang pendirian laboratorium berakhir pada 1980 - dan kemudian setelah itu mereka tidak memiliki hak kewarganegaraan.

Sangkalan AS dan Tuduhan Balik

Pada bulan ini, Departemen Luar Negeri AS telah merilis laporan resmi Global Engagement Center (GEC) berjudul Kampanye Disinformasi Senjata Kimia Kremlin.

Dalam laporannya, Departemen Luar Negeri AS mengungkapkan bahwa Rusia telah melakukan penyebaran tuduhan yang tidak berdasar bahwa Amerika Serikat (AS) dan Ukraina melakukan kegiatan senjata kimia dan biologi di Ukraina. Ini adalah bagian dari taktik disinformasi Rusia yang sudah sering dilakukan.

"Kremlin memiliki rekam jejak yang panjang dalam menuduh orang lain atas pelanggaran yang mereka lakukan. Amerika Serikat tidak memiliki atau mengoperasikan laboratorium kimia atau biologi di Ukraina dan sepenuhnya mematuhi kewajibannya berdasarkan Konvensi Senjata Kimia [CWC] dan Konvensi Senjata Biologis [BWC]," tegas laporan tersebut.

Selain itu, AS juga menuding Sputnik sebagai salah satu media utama Rusia dalam menyebarkan propagandanya terkait tuduhan kepemilikan laboratorium biologis AS di sejumlah tempat.

Bahkan, Inggris dan AS pernah menyuarakan kekhawatiran terhadap Rusia yang sangat mungkin untuk menggunakan senjata kimia di Ukraina, dan menggunakan tuduhan laboratorium bio sebagai dalih.

“Rusia memiliki rekam jejak yang salah menuduh negara lain atas pelanggaran yang dilakukan Rusia sendiri,” kata Duta Besar AS untuk PBB, Linda Thomas-Greenfield beberapa waktu lalu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper