Bisnis.com, JAKARTA – Indonesia menjadi salah satu negara yang belum memiliki payung hukum Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (PDP). Padahal, keamanan data pribadi sangat penting sehingga butuh koordinasi lintas lembaga.
Asisten Deputi Koordinasi Telekomunikasi dan Informatika Kemenko Polhukam RI Marsma TNI Sigit Priyono mengatakan Indonesia perlu menerapkan Data Free Flow with Trust (DFFT).
Menurutnya, dengan menerapkan DFFT kedaulatan data, perlindungan data pribadi dan keamanan digital diharapkan dapat terwujudkan guna membangkitkan kekuatan ekonomi digital nasional.
Sigit menjelaskan untuk mewujudkan kedaulatan data, perlindungan data pribadi dan keamanan digital, suatu negara membutuhkan undang-undang atau regulasi mengenai pengaturan data yang bersifat mengikat secara nasional maupun internasional.
Saat ini sudah ada 136 negara di dunia yang memiliki UU perlindungan data pribadi (UU PDP) atau General Data Protection Regulator (GDPR).
Sigit menuturkan sebagian besar negara Asean seperti Singapura, Thailand dan Filipina sudah memiliki regulasi yang melindungi data pribadi. Indonesia sebagai negara yang memiliki jumlah penduduk terbesar di Asean hingga saat ini belum memiliki UU PDP.
Baca Juga
Adapun, pembahasan RUU PDP sudah melalui lebih dari tiga masa sidang di DPR. Progres diskusi dengan DPR juga sudah lebih dari 50 persen. Mengingat pembahasan dalam UU PDP, maka butuh kolaborasi dari berbagai pemangku kepentingan untuk segera menyelesaikan RUU PDP yang sudah terlalu lama mangkrak.
"Indonesia harus siap terhadap serangan siber dan jangan sampai data masyarakat dikuasai oleh pihak asing yang tak bertanggung jawab. Indonesia perlu segera memiliki UU PDP, sehingga perlu kolaborasi dari berbagai pemangku kepentingan untuk segera menyelesaikan RUU PDP," katanya dalam keterangan resmi, Rabu (18/5/2022).
Sigit melanjutkan penerapan DFFT pada hubungan internasional harus berada dalam koridor kepentingan nasional berupa keamanan dan kesejahteraan dengan mengedepankan penempatan data dan pertanggungjawaban atas pengelolaan data.
Selain itu, Indonesia juga harus memprioritaskan kesepakatan dan prinsip yang saling menguntungkan antar pihak dengan mengedepankan perlindungan. Pengembangan kerangka hukum dan administrasi DFFT juga perlu memungkinkan lawful intercept, serta mendorong sistem keamanan yang handal dengan implementasi standar minimum dalam DFFT.
"RUU PDP nantinya harus memiliki tujuan untuk melindungi hak warga negara terkait data pribadi agar tidak disalahgunakan oleh pihak swasta maupun pemerintah yang mengelola data. Harus ada pengaturan yang ketat terhadap pemilik data, pemrosesan data, transfer atau data flow, peran pemerintah dan masyarakat, keamanan data dan ketentuan denda administratif," kata Sigit.
Di dalam UU PDP, lanjut Sigit, diperlukan standar minimum teknis maupun administrasi agar menciptakan keadilan dan kesetaraan prinsip perlindungan yang dapat diimplementasikan baik swasta maupun pemerintah.
Standar minimum perlu mencakup bagaimana terjadinya pertukaran data, keamanan data hingga saksi yang diberikan kepada pihak yang melanggar perlindungan data pribadi.
Sigit menerangkan, standar teknis perlindungan data pribadi ditujukan agar terjadi keseragaman perlindungan data bagi seluruh pihak yang akan memproses dan menyimpan data pribadi. Selain itu, standar teknis diperlukan agar tercipta trust pada saat dipindahtangankan karena standar yang sama.
Dia menambahkan seharusnya peraturan standar minimum dan norma PDP menjadi dasar menerapkan denda administratif jika terjadi kebocoran atau lalai dalam menerapkan standar. Sayangnya, saat ini regulasi yang mengatur mengenai perlindungan data pribadi belum ada.
“Saat ini PP 71 tahun 2019 belum terdapat peraturan standar minimum dan norma PDP. Seharusnya UU PDP yang keluar terlebih dahulu baru revisi PP 82 tahun 2012 menjadi PP 71 tahun 2019. Ini yang menjadi pertanyaan banyak pihak saat ini," tambahnya.
Sigit menambahkan dalam proses pembentukan peraturan, seperti UU PDP dan denda administratif memerlukan koordinasi dari Kominfo kepada Polhukam untuk mengakomodir dan mengorkestrasi peraturan tersebut untuk dapat dijadikan payung hukum beragam sektor.