Bisnis.com, JAKARTA - Putra mendiang diktator Filipina Ferdinand Marcos mengakhiri kampanye pemilihan presidennya kemarin dengan unjuk kekuatan ratusan ribu pendukung saat jajak pendapat.
Kemenangan dalam pemilihan umum pada Senin akan mengakhiri upaya selama puluhan tahun untuk merehabilitasi nama ayahnya yang senama dengannya setelah digulingkan pada 1986. Keluarganya juga dipermalukan setelah sang diktator lari ke pengasingan di AS.
Hanya saja prospek Ferdinand Marcos Jr masuk ke istana kepresidenan telah mengkhawatirkan aktivis hak asasi manusia, pemimpin gereja dan analis politik yang takut dia bisa memerintah "tanpa kendala".
Kembalinya keluarga Marcos yang tersingkir puluhan tahun lalu ke puncak kekuasaan politik menjadi menarik. Sebelumnya, publik marah atas atas korupsi dan kemiskinan yang bertahan di bawah pemerintahan yang mengikuti kediktatoran ayahnya.
Ratusan ribu pendukung Marcos berpakaian merah kemarin berkumpul di tanah kosong berdebu dekat sebuah resor kasino mewah yang berkilauan. Lokasi itu menjadi pengingat nyata akan kesenjangan pendapatan yang besar di negara itu.
Memegang bendera nasional, mereka berkumpul di depan panggung yang menampilkan layar besar dari kandidat yang tersenyum saat goyang reggae, hip-hop dan lagu-lagu pop Filipina dimainkan dengan pengeras suara yang memekakkan telinga.
"Kami akan menang selama Anda tetap terjaga pada hari Senin sehingga tidak akan ada tragedi lain," kata Marcos kepada orang banyak. Dia merujuk pada klaimnya bahwa dia ditipu dalam pemilihan wakil presiden pada 2016 sehingga kalah.
Mary Ann Oladive, seorang pekerja call center berusia 37 tahun, mengatakan dia berharap Marcos Jr akan membawa persatuan ke negara itu.
"Kami berharap untuk kesempatan dan pekerjaan yang lebih besar. Kami percaya padanya, kami berharap setelah pemilu mereka akan memberi kami masa depan yang lebih baik di Filipina," katanya seperti dikutip Channel News Asia, Minggu (8/5/2022).
Pemilihan presiden Filipina menguji kepercayaan orang Filipina pada demokrasi, tetapi survei menunjukkan 1 dari 2 pemilih lebih memilih putra diktator.
Sebanyak sepuluh kandidat bersaing untuk menggantikan Presiden Rodrigo Duterte dalam pemilihan umum yang dilihat oleh banyak orang sebagai momen yang membuat atau menghancurkan demokrasi Filipina.
Jajak pendapat menunjukkan Marcos Jr akan memenangkan lebih dari setengah suara. Hal itu akan menjadikannya kandidat presiden pertama yang mendapatkan mayoritas mutlak sejak ayahnya digulingkan pada 1986.
Pesaing utama Marcos, Wakil Presiden Leni Robredo, merupakan pemimpin oposisi dan satu-satunya kandidat perempuan.
Survei terbaru yang dirilis oleh Pulse Asia menunjukkan bahwa Marcos disukai oleh 56 persen responden atau sama seperti pada bulan Maret, sedangkan Robredo meraih elektabilitas 23 persen atau turun satu poin persentase dari jajak pendapat bulan lalu.
Para analis memperingatkan hasil seperti itu akan mengarah pada keseimbangan demokrasi yang lebih lemah. Selain akan lebih banyak korupsi, akan ada upaya baru untuk merombak Konstitusi 1987 yang berpeluang menghapus batas satu masa jabatan untuk presiden.