Bisnis.com, JAKARTA - Kasus kelangkaan dan mahalnya minyak goreng di pasaran menjadi perhatian sejumlah pihak, tak terkecuali Fraksi PKS.
Menyikapi hal itu, Fraksi PKS mengusulkan untuk menggunakan Hak Angket dan mendorong DPR membentuk Pansus.
Pasalnya, kasus tersebut dinilai telah meresahkan masyarakat secara luas.
"Selain itu, Fraksi PKS menemukan indikasi pelanggaran undang-undang yang berimplikasi politik maupun hukum,” tegas Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini dalam keterangan resminya seperti dikutip Bisnis, Sabtu (19/3/2022).
Selain mengusulkan Hak Angket DPR, pihaknya juga berencana membentuk tim investigasi untuk membuka secara transparan terkait persoalan kelangkaan dan mahalnya minyak goreng tersebut.
Menurut Jazuli, Fraksi PKS berkesimpulan pemerintah gagal mengatasi gejolak pasokan dan harga minyak goreng yang sudah berlangsung berbulan-bulan dan telah menyengsarakan rakyat luas.
Baca Juga
“Berbulan-bulan rakyat berteriak dimana-mana soal kelangkaan dan tingginya harga minyak goreng. Sayangnya pemerintah seperti angkat ‘bendera putih’. Menteri Perdagangan jelas mengatakan tidak bisa mengontrol harga minyak goreng akibat ulah mafia. Kebijakan pemerintah mencabut HET justru melambungkan harga minyak goreng tanpa kontrol di pasaran. Ini menunjukkan negara telah gagal,” tandas Jazuli.
Anehnya lagi, setelah HET resmi dicabut pemerintah, stok minyak goreng mulai kembali melimpah di pasaran dengan harga yang melambung tinggi.
“Hal ini menguatkan dugaan bahwa minyak goreng ditimbun oleh mafia menunggu momentum harga yang tidak dikontrol pemerintah. Janji pemerintah menjamin stok minyak goreng subsidi di pasaran pun tidak terbukti,” ujarnya.
Oleh karena itu, Hak Angket diperlukan mengingat adanya indikasi pelanggaran terhadap sejumlah undang-undang dalam kasus tersebut.
“Kajian internal Fraksi PKS menemukan pelanggaran undang-undang atas kisruh minyak goreng, antara lain pelanggaran atas sejumlah pasal dalam UU Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan, UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, dan UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen,” terang Jazuli.