Bisnis.com, JAKARTA - Puluhan aktivis dan akademisi prodemokrasi menyampaikan penolakan mereka terhadap rencana pendundaan pemilu 2024. Hal itu disampaikan melalui Maklumat Demokrasi yang diinisiasi oleh Public Virtue Research Institute, Themis Indonesia, dan Kurawal Foundation.
Tamrin Amal Tomagola, Dewan Pendiri Public Virtue Research Institute (PVRI) mengemukakan adanya wacana penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden merupakan operasi politik oligarki partai politik dan istana untuk urusan bagi-bagi jatah elit politik.
“Ini bisa mengakibatkan chaos politik—menyebabkan orang jadi tuman. Sedikit-sedikit akan mengamandemen konstitusi,” tegas Tamrin dalam keterangan tertulisnya, Jumat (18/3/2022).
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif PVRI Miya Irawati juga membenarkan bahwa ide penundaan pemilu sangat berbahaya dan rentan “disusupi” oleh agenda pemberian wewenang bagi MPR untuk mulai menyusun Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN).
“Motif perpanjangan masa jabatan Presiden pun dinilai berakar pada ketamakan akan kekuasaan yang perlu segera dihentikan,” ujar Miya.
Dosen Fakultas Hukum UGM Zainal Arifin Mochtar yang turut menyampaikan maklumat tersebut menganggap bahwa rencana penundaan pemilu menggambarkan watak pemerintahan yang otoriter dan merupakan praktek dari para teroris konstitusi.
Baca Juga
“Rencana penundaan dan amandemen merupakan bentuk otoritarianisme berbasis konstitusi (constitutional authoritarianism). Siapapun pelakunya, harus kita ‘naming’ and ‘shaming’.
Siapapun yang berusaha menggunakan kepentingan pribadinya untuk mengamandemen konstitusi adalah ‘teroris konstitusi,” ujar dosen yang akrab disapa Uceng ini.
Hal senada juga disampaikan oleh Busyro Muqoddas selaku perwakilan dari Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah. Menurutnya, situasi politik hari ini kumuh adab dan perlu adanya respons kritis dari elemen masyarakat sipil.
Menurutnya tidak ada alasan moral sama sekali untuk mengamandemen konstitusi dan menunda pemilu.
“Isu penundaan Pemilu yang digulirkan ini menunjukkan semakin vulgarnya sikap penguasa yang tidak ada rasa malu. Mereka seperti keledai-keledai politik yang tidak belajar dari masa lalu," ujar Busyro.
Menurut Bivitri Susanti, penyampaian maklumat demokrasi merupakan wujud pernyataan sikap dari koalisi masyarakat sipil dan juga upaya pengkonsolidasian sikap untuk bergerak bersama melawan pengkhianat konstitusi.
“Soal bergerak bersama, yang kita lakukan seharusnya adalah gerakan bersama dan berbagi kegeraman karena akal sehat kita sedang diacak-acak oleh negara,” tegas Bivitri.
Para aktivis dan akademisi prodemokrasi yang turut ambil bagian dalam mengisi maklumat demokrasi tersebut di antaranya guru besar Fisipol UGM dan rektor UGM yang dikenal sebagai Rektor Reformasi Prof. Ichlasul Amal, Usman Hamid (Amnesty International Indonesia), sastrawan Putu Oka Sukanta dan Titi Anggraini (Perludem).