Bisnis.com, JAKARTA - Menjelang masa panen raya yakni Maret-April mendatang, harga gabah cenderung mengalami penurunan sehingga merugikan para petani.
Pada saat yang sama, menjelang bulan suci Ramadhan dan Idulfitri, harga bahan pokok pangan, termasuk justru mengalami kenaikan.
Menanggapi isu tersebut, Wakil Presiden RI Ma'ruf Amin menyampaikan bahwa tugas pemerintah menjaga stabilitas harga bahan beras tetap terjangkau masyarakat tetapi tidak merugikan produsen.
"Tugas Bulog itu menyerap [hasil panen] sehingga bisa diantisipasi. Jadi pada saat panen, Bulog akan membeli dengan harga yang ditetapkan," katanya kepada awak media, di Jakarta, Jumat (11/3/2022).
Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi menambahkan, selain membeli hasil panen yang ada dengan harga pantas, Bulog juga memastikan kadar air sesuai standard sehingga bisa disimpan hingga jelang panen kedepannya.
Adapun, dikutip dari laman resmi Serikat Petani Indonesia (SPI), Nilai Tukar Petani (NTP) nasional Februari 2022 sebesar 108,83 atau naik 0,15 persen dibandingkan Januari 2022.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, kenaikan NTP nasional pada Februari 2022 disebabkan oleh Indeks Harga yang diterima Petani (lt) naik sebesar 0,26 persen, dan lebih tinggi dibandingkan Indeks Harga yang Dikeluarkan Petani (lb) sebesar 0,11 persen.
BPS juga mencatat selama Februari 2022, dua subsektor NTP mengalami penurunan yakni subsektor tanaman pangan sebesar 0,43 persen dan peternakan 1,02 persen.
Menyikapi hal tersebut, Sekretaris Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Serikat Petani Indonesia (SPI), Agus Ruli Ardiansyah menyebutkan, pemerintah harus mengantisipasi penurunan NTP khususnya di subsektor tanaman pangan dan hortikultura.
“Untuk subsektor tanaman pangan ke depannya cenderung akan menurun. Di beberapa wilayah sentra seperti Jawa Timur dan Jawa Tengah, saat ini beberapa sudah panen. Laporan dari anggota SPI di wilayah-wilayah tersebut, harga gabah di kisaran Rp4.000 per kg bahkan ada yang menyentuh Rp3.800 per kg. Hal ini harus menjadi perhatian karena sudah di bawah HPP yang ditetapkan oleh pemerintah,” tuturnya.
Penurunan NTP subsektor tanaman pangan diakibatkan turunnya indeks harga yang diterima petani pada kelompok penyusun, yaitu kelompok padi (0,38 persen) dan kelompok palawija, khususnya jagung (0,45 persen).
Penurunan harga di tingkat petani tersebut, menurut Agus Ruli, merupakan persoalan klasik yang terus-terusan terulang.
"Seperti yang sudah-sudah, menuju panen raya kecenderungannya harga gabah akan ikut turun juga. Oleh karena itu, pemerintah harus merespon cepat, segera operasi pasar untuk menyerap gabah agar harga naik sesuai dgn HPP. Bulog dan Badan Pangan Nasional harus segera bergerak,” ujarnya.