Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kronologi "Perbuatan Baik" Edhy Prabowo hingga Vonis Dipangkas MA

Edhy Prabowo telah terbukti menerima suap Rp25,7 miliar terkait izin ekspor benih bening lobster.
Terpidana mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo berjalan keluar usai menjalani sidang vonis di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (15/7/2021). Majelis hakim memvonis Edhy Prabowo dengan hukuman 5 tahun penjara serta denda Rp400 juta subsider 6 bulan kurungan./Antara
Terpidana mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo berjalan keluar usai menjalani sidang vonis di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (15/7/2021). Majelis hakim memvonis Edhy Prabowo dengan hukuman 5 tahun penjara serta denda Rp400 juta subsider 6 bulan kurungan./Antara

Bisnis.com, JAKARTA – Mahkamah Agung (MA) memangkas hukuman mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo  menjadi 5 tahun penjara di tingkat kasasi.

Putusan kasasi yang dibacakan pada Senin (7/3/2022) itu lebih rendah dibandingkan vonis di tingkat banding. Pasalnya di tingkat banding, politikus Gerindra tersebut divonis 9 tahun penjara.

“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Edhy Prabowo dengan penjara 5 tahun dan denda sebesar Rp400 juta,” demikian bunyi putusan yang dikutip dari laman resmi MA, Rabu (9/3/2022). 

Selain hukuman kurungan, MA juga memangkas pencabutan hak politik Edhy Prabowo dari 3 tahun menjadi 2 tahun. Hukuman itu dihitung seusai Edhy menjalani masa kurungan. 

Dalam pertimbangannya, hakim berasalan bahwa pemangkasan hukuman Edhy Prabowo dilakukan karena hakim di tingkat banding tidak mempertimbangkan keadaan yang meringankan Edhy Prabowo.

Edhy, menurut hakim, dianggap telah bekerja dengan baik sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan. Dia memberikan harapan bagi nelayan untuk memanfaatkan benih lobster sebagai sumber ekonomi bagi masyarakat, khususnya nelayan.

"Terdakwa sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan sudah bekerja dengan baik dan memberikan harapan kepada nelayan," tulis putusan tersebut.

Banding 9 Tahun

Sebelumnya Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta memperberat hukuman mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dari 5 tahun menjadi 9 tahun penjara.

Putusan itu terkait banding yang diajukan Edhy dalam kasus suap eksportasi benih lobster alias benur. Hakim PT DKI menilai Edhy telah terbukti menerima suap Rp25,7 miliar terkait izin ekspor benih bening lobster.

"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 9 tahun dan denda sebesar Rp400 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan," demikian bunyi putusan hakim PT DKI yang dikutip Bisnis, Rabu (10/11/2021).

Selain menambah waktu kurungan, PT DKI Jakarta juga mengubah hukuman pengganti yang semula 2 tahun jika tidak mampu membayar uang pengganti senilai Rp9,6 miliar dan US$77.000 menjadi 3 tahun penjara. Hukuman akan itu diterapkan jika harta Edhy Prabowo tak mampu membayar uang pengganti tersebut.

Sementara untuk pencabutan hak politik, bunyi putusannya masih sama dengan pengadilan tingkat pertama yakni 3 tahun sejak selesai menjalani hukuman.

Adapun di pengadilan tingkat pertama Edhy Prabowo dijatuhi hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp400 juta subsider pidana badan selama 6 bulan kurungan terkait perkara suap izin ekspor benih bening lobster alias benur.

Kasus Lobster

Edhy telah terbukti menerima uang suap melalui dua staf khususnya yakni Andreau Misanta Pribadi dan Safri berserta tiga terdakwa lainnya yakni Amiril Mukminin, Ainul Faqih, dan Siswadhi Pranoto Loe.

Perbuatan itu dilakukan mulai bulan Februari 2020 sampai dengan bulan November 2020 lalu. Transaksi suap itu terjadi di Rumah Dinas Edhy Prabowo, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), hingga Bank BCA Cabang KCP Pondok Gede Plaza Jalan Raya Pondok Gede Jatiwaringin Kecamatan Pondok Gede Kota Bekasi.

Jaksa dalam petikan dakwaan itu menyebutkan kalau Edhy Prabowo melalui Amiril Mukminin dan Safri telah menerima hadiah berupa uang sejumlah US$77.000 dari Suharjito selaku Pemilik PT. Dua Putera Perkasa Pratama. 

Selain itu, Edhy juga didakwa menerima uang senilai Rp24,6 miliar. Uang itu diterima melalui Amiril Mukminin, Ainul Faqih, Andreu Misanta Pribadi, dan Siswadhi dari para eksportir benih lobster lainnya.

Jaksa KPK menganggap bahwa suap itu diduga diberikan untuk mempercepat proses persetujuan pemberian izin budidaya lobster dan izin ekspor benih lobster milik para eksportir.

Adapun atas perbuatannya tersebut, Edhy Prabowo dijerat denga Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31/1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20/2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Kemudian, Pasal 11 UU No.31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Edi Suwiknyo
Editor : Edi Suwiknyo
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper