Bisnis.com, JAKARTA - Pengamat internasional Dinna Prapto Rahardja mengatakan sanksi ekonomi negara Eropa dan Amerika Serikat (AS) terhadap Rusia justru akan membuat perekonomian Eropa jatuh.
Pasalnya, mitra dagang tebesar Rusia adalah China dan justru banyak negara Eropa yang bergantung terhadap produk-produk Rusia.
“Sudah dihitung baik-baik oleh Vladimir Putin. Rusia akan survive meski dijatuhi sanksi ekonomi. Mengapa? Salah satu faktornya adalah mitra dagang terbesar Rusia adalah China. Jadi China saat ini tidak terlibat dan tidak mengambil posisi menekan Rusia di Dewan Keamanan PBB,” ujar pendiri Synergy Policies tersebut dalam talkshow televisi swasta, dikutip Sabtu (26/2/2022).
Dina menuturkan, dari segi sisi negara Eropa, justru mereka sangat tergantung pada produk-produk Rusia yang notabene-nya adalah minyak dan gas (migas) dan saa ini sedang musim dingin di Uni Eropa.
“Jadi bisa dibayangkan sanksi ekonomi akan ikut menjatuhkan uni Eropa. Rusia tergantung terhadap luar itu hanya soal turisme. Sejak pandemi tentu masalah turisme bukan lagi income yang diandalkan,” ujarnya.
Baca Juga
Dengan sanksi ekonomi dari Barat dan AS ini, kata Dina, harga migas meningkat dan Rusia akan mendapatkan surflusnya.
“Rusia salah satu penghasil migas terbesar di dunia. Ini sudah dihitung baik-baik oleh Rusia dan ini sepertinya ada kesalahan perhitungan dari pihak Barat,” ujarnya.
Saat ini pasukan Rusia terus merangsek masuk ke jantung Ibu Kota Ukraina, Kyv. Jika sudah dikuasai, kata Dina, maka Ukraina telah kehilangan kedaulatannya. Dia pun meminta Pemerintah Indonesia segera melakukan evakuasi terhadap semua WNI di sana.
“Jika melihat situasi yang berkembang, prosedurnya memang harus segera dikeluarkan, ya. Sangat tidak pasti dan memungkinkan. Kalau secara fisik mungkin selamat tetapi pasokan untuk hidup akan bermasalah di hari-hari ke depan,” lanjutnya.
Dina menilai upaya Rusia tidak bisa diterima terhadap Ukraina yang merupakan negara berdaulat.
“Upaya menciptakan nilai tambah nilai tawar terhadap Uni Eropa atau Amerika Serikat, itu soal lain, tetapi Ketika suatu kedaulatan negara lain sampai hilang sepenuhnya. Apalagi terjadi korban-korban sipil, maka harus jadi keprihatinan bersama,” paparnya.
Apa yang dilakukan Rusia, ujar Dina, juga sudah banyak terjadi dilakukan oleh negara adikuasi lain seperti hanya AS dan NATO.
“Berarti memang kegiatan uniteralisme artinya secara sepihak menggunakan cara-cara militer melanggengkan agenda negara tertentu semakin menjadi-jadi,” ucapnya.
“Kita tidak bisa lepasakan yang dilakukan Rusia karena mereka negara adidaya. Apa yang dilakukan Rusia ini dilakukan Amerika dalam waktu-waktu dalam konteks yang berbeda. Ada kasus Suriah, Afganistan, ada Yaman yang dibiarkan juga oleh Arab Saudi. Kegiatan invasi ini kerap terjadi dan sering. Ini jadi pengingat kita, bahwa ini kian memprihatinkan,” pungkasnya