Bisnis.com, JAKARTA – Politisi Partai Gelora Fahri Hamzah menilai rapat antara DPR dengan BUMN sebaiknya dihentikan karena lebih banyak mudaratnya.
“Sebaiknya dihentikan. Cukup Kementerian BUMN yang rapat sebagai kuasa pemegang saham. Rapat pemegang saham dan pengawasan cukup di komisaris saja. Pertamina cukup rapat sama Ahok dkk. Tidak usah ke DPR,” kata Fahri melalui akun Twitter, Selasa (15/2/2022).
Fahri mengatakan bahwa Direksi BUMN adalah pejabat bisnis, bukan pejabat politik. Membiasakan mereka rapat di DPR akan membuat para direksi BUMN bermental politik.
Menurutnya, inilah akar dari rusaknya professionalisme di BUMN. Mereka dipaksa melayani kepentingan politik eksekutif dan legislatif. Budaya korporasi akhirnya jadi rusak.
"Direksi BUMN adalah pejabat bisnis bukan pejabat politik. Membiasakan mereka rapat di @DPR_RI membuat mereka bermental politik. Inilah akar dari rusaknya professionalism di BUMN. Mereka dipaksa melayani kepentingan politik eksekutif dan legislatif. Budaya korporasi rusak!" ujarnya.
Dia pun pernah menulis buku tentang BUMN dan dibagi gratis. Intinya adalah adanya dilema antara diikuasai negara dan untuk kesejahteraan rakyat. Salah satunya adalah rapat dengan anggota DPR. Dengan motif dikuasai, negara sedang merusak kultur bisnis di BUMN.
Rapat @DPR_RI dengan BUMN selain gak ada dasar hukumnya juga lebih banyak mudaratnya . Sebaiknya dihentikan, cukup @KemenBUMN yg rapat sebagai kuasa pemegang saham. Rapat pemegang saham & pengawasan cukup di komisaris saja. Pertamina cukup rapat sama Ahok dkk. Gak usah ke DPR. https://t.co/yStpWs9Nbq
— #FahriHamzah2024 (@Fahrihamzah) February 15, 2022
Mantan Wakil Ketua DPR ini menilai ada kesalahan di hulu persoalan, karena regulasi ambigu dan membiarkan kontradiksi antara UU tentang BUMN, PT, dan keuangan negara.
Harusnya, diperjelas pengelolaan BUMN tunduk ke dalam rezim korporasi. Pertanggungjawaban pemegang saham di Kementerian BUMN.
Dampaknya, tambah Fahri, Direksi BUMN tidak perlu melayani DPR dalam rapat kerja karena mereka korporasi. Kalau ada rapat kerja, kuasa ada di Kementerian BUMN.
Sementara itu, jika DPR mau memanggil korporasi, harusnya diwakilkan komisaris. Itu pun hanya terkait isu negara dengan kuasa pemegang saham, bukan teknis.
Oleh karena itu, tidak fair membedah BUMN di depan umum oleh politisi, sedangkan mereka punya pesaing yang selalu mengintip dapur mereka. Sementara itu, tidak jelas juga yang dibahas.
Fahri menuturkan bahwa kondisi berbeda apabila rapat penyelidikan angket. Hal tersebut bebas. Jangankan BUMN, presiden bisa dipanggil.
“Jadi sebaiknya dihentikan. Terlalu banyak efek buruknya bagi DPR dan terlebih lagi bagi BUMN. Mereka harus didorong bekerja murni sebagai profesional. Jangan terlalu banyak politik yang bisa membuat wajah BUMN samar dan tidak jelas. Politisasi BUMN ini sudah terbukti jelek,” ungkapnya.
Komentar Fahri tersebut menanggapi kasus banyaknya petinggi BUMN yang diusir DPR saat rapat kerja. Yang terbaru adalah Direktur Utama PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. Silmy Karim yang diusir Komisi VII DPR kemarin, Senin (14/2/2022).