Masa Jabatan Diperpanjang
Senada dengan Siti Zuhro, Profesor Djohermansyah Djohan yang merupakan mantan Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri 2010-2014, mengatakan akan lebih kuat legitimasi pejabat yang melanjutkan kepemimpinnya hingga 2024 ketimbang penjabat penggantinya.
Menurutnya, selain lebih aman dari gangguan dan intervensi politik, pejabat itu juga akan lebih membuat pemerintahan efektif di daerah itu karena ada kelanjutan pembangunan.
Perpanjangan masa jabatan cukup dilakukan dengan melakukan revisi aturan hukum yang ada.
“Terobosan lebih cepat bisa memakai Pprpu, karena sudah ada yang akan habis masa jabatan pada bulan Mei 2022. Kalau revisi biasa, akan repot di Senayan,” tambah Djohermansyah.
Dia mengatakan, tidak perlu khawatir dengan keputusan ini, karena sudah ada yurisprudensinya. Pasalnya, pemerintah pusat pernah memperpanjang masa jabatan kepala daerah, yaitu masa jabatan Gubernur DIY Sri Sultan HB X.
“Masa jabatannya selesai pada 2009, lalu kita perpanjang ke 2011 atau dua tahun. Lalu, karena UU Keistimewaan DIY belum juga jadi, diperpanjang lagi dari 2011 ke 2012. Jadi, ada contoh perpanjangan masa jabatan, karena ketika itu bukan diturunkan penjabat dari ASN untuk memimpin DIY,”ujarnya.
Gubernur, bupati atau wali kota yang telah menjabat, dinilai lebih tepat karena sejumlah alasan. Djohermansyah mengatakan mereka lebih mengenal kehidupan masyarakat yang dipimpinnya, mengerti tata kelola pemerintahan, dan menguasai penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Mereka juga telah menjalankan roda birokrasi daerah selain berpengalaman mengatasi Covid-19, dan menghadapi dinamika politik lokal yang tidak mudah, katanya.
Mantan pelaksana tugas Gubernur Riau itu mengatakan, bahwa sebenarnya ada pilihan kedua yang bisa diambil, yaitu pemilihan melalui DPRD. Proses ini membuat legitimasi pemimpin daerah terjaga, katanya.
Kendati demikian, dia tidak menampik ada potensi politik uang, keterbatasan waktu dan belum tersedianya dasar hukum. Pada akhirnya, sistem pemilihan kepala daerah yang lebih sederhana dan efektif memang tidak mudah untuk dilaksanakan karena bagaimana pun pemilihan maupun penempatan penjabat tidak akan terlepas dari kepentingan politik.
Artinya, pilkada serentak dinilai bisa berpengaruh terhadap peta Pemilihan Umum Presiden (Pilpres) 2024 mendatang yang mesin politiknya sudah mulai memanas sejak awal tahun ini.