Bisnis.com, JAKARTA - Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menjawab kritikan banyak pihak soal peleburan Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman ke BRIN.
Menurut Handoko, publik banyak yang tidak mengetahui kondisi LBM Eijkman yang sesungguhnya.
“Mungkin karena mereka kurang paham kondisi sebenarnya,” ujar Tri Handoko menjawab pertanyaan di kanal Youtube Akbar Faisal Uncesored, Senin (10/1/2022).
“Kalau periset honorer lama di Eijkman. Ya kalau bisa ke luar negeri, ya dari dulu pasti sudah keluar negeri. Ngapain jadi asisten periset honorer. Itu yang saya tidak paham juga,” sambung Handoko.
Dia mengaku heran, banyak periset di Eijkman betah berlama-lama menjadi honorer. Padahal, usai dilebur ke BRIN dan menjadi Pusat Riset Biologi Molekuler, nantinya ada kejelasan status sebagai periset.
“Riset itu bukan lembaga yang penting Penting perisetnya. Kalau kita tidak bisa jamin SDM-nya, bisa diperlakukan sebagai tenaga administrasi, dari sisi pembayaran gaji. Itu problemnya sudah lama,” ungkap Handoko.
Baca Juga
Menurut dia, sudah lama para peneliti di LBM Eijkman meminta hak-hak finansialnya terpenuhi.
“Mereka sudah minta bagaimana bisa dijadikan peneliti dengan hak-hak finansialnya. Belum bisa karena mereka belum jadi lembaga,” jelasnya.
Lebih lanjut, Handoko mengungkapkan, pihaknya tidak pernah membubarkan LBM Eijkman.
“Saya tidak pernah bubarkan lembaganya, justru kita lembagakan yang sebelumnya tidak eksis sebagai lembaga secara regulasi. Sekarang jadi lembaga betul, Pusat Riset Biologi Molekuler. Mereka hanya unit proyek di bawah Kemenristek,” paparnya.
Sebelumnya banyak pihak yang menyesalkan dengan peleburan LBM Eijkman ke dalam BRIN. Bahkan, puluhan akademisi yang tergabung dalam Aliansi Anak Bangsa Peduli Riset dan Kemajuan Bangsa membuat petisi kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait peleburan tersebut.
Dalam petisi yang diunggah di laman Change.org, Aliansi Anak Bangsa Peduli Riset dan Kemajuan Bangsa menyayangkan keputusan Jokowi tersebut karena dapat menimbulkan persoalan yang dinilai menghambat masa depan penelitian di Indonesia.
“Urusan peleburan lembaga tersebut ternyata terbentur dengan aturan birokratisasi peneliti yang berujung pada tidak terekrutnya para peneliti terbaik di lembaga tersebut. Padahal mereka adalah peneliti teruji yang berpendidikan S3, S2 dan S1,” tulis Aliansi Anak Bangsa Peduli Riset dan Kemajuan Bangsa dalam petisi yang dikutip Minggu (9/1/2022).