Bisnis.com, JAKARTA - Perdana Menteri Sudan Abdalla Hamdok mengumumkan pengunduran dirinya di tengah protes massa atas kekuasaan militer.
Militer melancarkan kudeta pada Oktober tahun lalu dan menempatkan Hamdok di bawah tahanan rumah. Namun, dia diangkat kembali pada bulan berikutnya setelah menandatangani kesepakatan pembagian kekuasaan baru.
Demonstran sejak itu terus turun ke jalan untuk menuntut kepemimpinan politik yang sepenuhnya sipil.
Dalam pidato yang disiarkan televisi, Hamdok mengatakan kesepakatan baru diperlukan untuk transisi Sudan menuju demokrasi.
"Saya memutuskan untuk mengembalikan tanggung jawab dan mengumumkan pengunduran diri saya sebagai perdana menteri. Saya memberikan kesempatan kepada pria atau wanita lain dari negara mulia ini untuk membantu melewati sisa masa transisi ke negara demokrasi sipil," ujarnya seperti dikutip BBC.com, Senin (3/1/2022).
Pasukan keamanan menewaskan dua orang kemarin selama aksi protes terhadap pemerintahan militer, menurut Komite Dokter Pusat Sudan yang pro-demokrasi. Akan tetapi, pasukan keamanan belum mengomentari kematian tersebut.
Sedikitnya 56 orang tewas dalam aksi protes sejak kudeta pada 25 Oktober 2021, menurut komite tersebut.
Militer Sudan melakukan kudeta setelah sebagian besar anggota kabinet dan sejumlah besar pemimpin partai pro-pemerintah ditangkap pada 25 Oktober 2021. Penangkapan terjadi setelah terjadi ketegangan antara militer dan pemerintah sipil selama bebeberapa pekan sebelumnya.
Pasukan militer dan paramiliter dikerahkan di seluruh ibu kota Sudan, Khartoum, untuk membatasi pergerakan warga sipil.