Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Belajar dari Masalah Banjir Jakarta, Ini Status Ibu Kota Negara Baru yang Paling Ideal

Pola status ibu kota negara paling ideal adalah pemerintahan khusus sesuai pasal 18B ayat 1 UUD 1945. Karena, berdasarkan pengalaman penanganan masalah banjir di DKI Jakarta, ada ketidakharmonisan hubungan antara pemerintah pusat dan daerah.
Pradesain Istana Negara berlambang burung Garuda di Ibu Kota Negara (IKN) karya seniman I Nyoman Nuarta / Twitter
Pradesain Istana Negara berlambang burung Garuda di Ibu Kota Negara (IKN) karya seniman I Nyoman Nuarta / Twitter

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah dan DPR RI tengah membahas landasan hukum bagi ibu kota negara baru Indonesia melalui Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara (RUU IKN). Salah satu pokok pembahasan adalah status Ibu Kota Negara.

Pada konsultasi publik RUU IKN di Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta (UPN VJ) Jakarta, Selasa (28/12/2021), Dosen Fakultas Hukum UUPN VJ Wicipto Setiadi mengatakan bahwa terdapat tiga pola status IKN yang diatur dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

Tiga pola tersebut yaitu provinsi dan kabupaten/kota sesuai pasal 18 ayat 1 UUD 1945; bentuk selain provinsi seperti daerah khusus atau sebutan lain yang disepakati sesuai pasal 18B ayat 1 UUD 1945; serta pola kombinasi dari campuran keduanya.

"Ini yang saya kira di pembahasan DPR tidak mudah. Selama ini, kita selalu menggunakan pasal 18 ayat 1 yaitu provinsi dibagi kabupaten/kota," jelas Wicipto pada acara yang digelar secara hibrida tersebut.

Wicipto, yang juga kerap diundang ke DPR untuk dimintai pendapatnya, mengatakan DPR bersikukuh memilih status IKN sesuai pola berdasarkan pasal 18 ayat 1 UUD 1945. Apabila pola pemerintahan tersebut yang dipilih, maka ketentuan dan persyaratan sebagai provinsi harus dipenuhi.

"Ada DPRD, dinas-dinas, dan sebagainya," imbuhnya.

Kendati demikian, Wicipto menilai pola status ibu kota negara paling ideal adalah pemerintahan khusus sesuai pasal 18B ayat 1 UUD 1945. Karena, berdasarkan pengalaman penanganan masalah banjir di DKI Jakarta, Wicipto menilai ada ketidakharmonisan hubungan antara pemerintah pusat dan daerah.

"Ketidakharmonisan antara pemerintah pusat dan daerah ini, saya kira tidak bisa dibawah ke ibu kota negara yang [baru]. Saya kira berdasarkan pengalaman kalau banjir, ini saling lempar [tanggung jawab]," jelasnya.

Oleh sebab itu, Wicipto mendukung pengaturan pemerintahan di ibu kota baru nantinya tidak mengikuti DKI Jakarta, tetapi dengan pemerintahan khusus. Hal ini agar menghindari penerapan persyaratan dan ketentuan yang kaku.

Jika menggunakan pola status ibu kota negara tersebut, berarti pemerintahan yang diterapkan nantinya berada di luar ketentuan pasal 18 ayat 1 UUD 1945, yaitu tidak dalam bentuk provinsi dan kabupaten/kota.

"Ini yang saya kira perjuangannya tidak mudah untuk meyakinkan itu. Ini pertama kali, tidak akan mudah untuk meyakinkan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Dany Saputra
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper