Bisnis.com, JAKARTA – Pengadilan Tipikor Negeri Makassar telah memvonis Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) nonaktif Nurdin Abdullah dan mantan Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Sulsel Edy Rahmat.
Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan bahwa lembaganya menghormati seluruh putusan majelis hakim.
“Saat ini tim jaksa menyatakan pikir-pikir dalam waktu 7 hari ke depan setelah putusan dibacakan,” katanya kepada wartawan, Selasa (30/11/2021).
Ali menjelaskan bahwa KPK akan pelajari secara utuh seluruh pertimbangan majelis hakim atas vonis yang telah diberikan pada dua terdakwa tersebut.
“Kemudian setelahnya kami segera tentukan sikap atas putusan dimaksud,” jelasnya.
Nurdin Abdullah terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi sehingga divonis 5 tahun penjara, denda Rp500 juta, dan harus membayar uang pengganti Rp5,9 miliar.
Vonis ini lebih berat dari putusan Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) yang menuntut 6 tahun penjara dan pencabutan hak politik.
Dalam memberikan vonis, hakim memperhatikan pasal 12 a pasal 12 B ayat 1 UU 31/1999 tentang Tipikor yang diubah menjadi UU 20/2001 tentang perubahan pasal 31 jo pasal 55 ayat 1 kesatu LIHP jo pasal 64 ayat 1 KUHP jo pasal 65 ayat 1 KUHP UU 8/1981 tentang KUHAP dan UU 46/2009 tentang Pengadilan Tipikor.
Di situ, Nurdin terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan korupsi secara bersama-sama dan korupsi gabungan atas beberapa perbuatan yang dipandang menguntungkan diri sendiri.
“Menjatuhkan pidana dengan pidana penjara 5 tahun dan denda Rp500 juta dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar, maka diganti kurungan 4 bulan,” kata Majelis Hakim dalam persidangan daring, Senin (29/11/2021).
Selain itu, Nurdin juga dijatuhkan pidana tambahan untuk membayar uang pengganti dengan total Rp5,8 miliar. Rinciannya adalah Rp2,17 miliar dan SGD350.000 (Rp3,67 miliar).
“Dengan ketentuan apabila tidak dibayar paling lama 1 bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, maka harta benda terpidana akan dirampas untuk menutupi kerugian negara tersebut. Apabila tidak cukup, maka diganti pidana 10 bulan,” ucap Majelis Hakim.
Selain itu, Nurdin juga dijatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan hak dipilih pada jabatan publik selama 3 tahun setelah menjalani pidana pokok.
Sedangkan Edy Rahmat, dijatuhi pidana penjara 4 tahun dan denda Rp200 juta. Apabila tidak membayar denda, majelis hakim memutuskan agar diganti dengan kurungan 2 bulan penjara.
Sebelumnya, jaksa penuntut umum menuntut Edy dihukum 4 tahun penjara dengan denda Rp250 juta subsidair selama tiga bulan kurungan.
Jaksa menyebut Edy ikut serta dengan Nurdin Abdullah dalam penerimaan suap oleh kontraktor langganan Nurdin, yakni Agung Sucipto.
Jaksa menilai Edy bersalah melakukan pidana suap sebagaimana diatur dalam Pasal 12 huruf a Undang-Undang No. 31/1999 Tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 KUHP sebagaimana dakwaan pertama.