Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Pendidikan Tinggi Nadiem Makarim menyatakan ,bahwa Permendikbud No. 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi merupakan bentuk perlindungan pemerintah terhadap civitas akademika, serta mewujudkan aktivitas belajar mengajar yang aman.
Nadiem menyebut, bahwa aturan yang ada saat ini belum bisa mengakomodasi seluruh kasus kekerasan seksual yang kerap terjadi di lingkungan perguruan tinggi.
“Perguruan tinggi ini membutuhkan aturan spesifik atau khusus. Karena keterbatasan aturan yang ada untuk menanganinya, seperti KUHP [Kitab Undang-Undang Hukum Pidana] yang tidak bisa memfasilitasi kekerasan online atau verbal. Padahal, civitas akademika ini tentu saja adalah digital native dan dampak dari kekerasan seksual online atau verbal juga sama bahayanya,” katanya sebuah diskusi virtual, Jumat (12/11/2021).
Lebih lanjut, Nadiem menjelaskan, bahwa berdasarkan survei yang dilakukan oleh Kemendikbudristek, angka kekerasan seksual di lingkungan kampus boleh dikatakan cukup tinggi.
Menurut 174 testimoni yang berasal dari 79 kampus di 29 kota korban, kekerasan seksual di lingkungan tersebut hampir 90 persen adalah perempuan dan 4 persen adalah laki-laki.
“Tapi bukan hanya perempuan, laki-laki juga menjadi korban kekerasan seksual. Selain itu, berdasarkan pertanyaan yang diberikan kepada dosen, 77 persen menyebut terjadi kekerasan seksual di kampusnya dan 63 persen menyebut kasus itu tidak dilaporkan," ujarnya.
Baca Juga
Polemik
Terkait polemik Permendikbudristek No. 30/2021 yang muncul di tengah masyarakat, Nadiem menyatakan bahwa beleid tersebut tidak disusun sembarangan.
Beleid itu dibuat berdasarkan standar nasional serta standar internasional dari United Nations Children's Fund (UNICEF) dan World Health Organization (WHO).
Menurutnya, Permendikbudristek No. 30/2021 dibuat dengan mengutamakan kepentingan korban kekerasan seksual. Dirinya menampik bahwa beleid tersebut dibuat untuk melegalkan aktivitas seks bebas atau perzinaan di lingkungan kampus atau kalangan civitas akademika.
Pria yang juga dikenal sebagai pendiri Gojek ini mengatakan beleid tersebut tidak mengatur tindakan atau pelanggaran lain, seperti seks bebas, plagiarisme, ataupun hal lain di luar kekerasan seksual.
“Ada banyak sekali tindakan-tindakan di luar permen ini yang berbenturan dengan norma agama, dengan norma etika. Kita tidak di sini, kita tidak menulis mengenai seks bebas, atau plagiarisme, atau mencuri atau berbohong. Kenapa tidak dimasukkan? Karena itu tidak dalam ruang lingkup kekerasan seksual,” paparnya.
Walaupun demikian, Nadiem menyebut pihaknya tidak menutup mata adanya penolakan terhadap Permendikbudristek No. 31/2021 dari sejumlah elemen masyarakat. Dia menegaskan bahwa Kemdikbudristek akan terus terbuka menerima respons dari masyarakat.
"Kami terbuka atas semua masukan dan bagi saya beragam respon yang muncul itu adalah tanda yang sangat baik, tanda bahwa banyak yang peduli tentang pendidikan indonesia dan memikirkan masa depan generasi penerus kita," tegasnya.
Menag Mendukung
Sementara itu, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menegaskan, pihaknya memberikan dukungan penuh terhadap Permendikbudristek No. 31/2021. Beleid tersebut dinilai sebagai bagian dari implementasi moderasi beragama dan aktualisasi beragama.
Yaqut menjelaskan, pihaknya memiliki komitmen bahwa moderasi agama sebagai solusi untuk menghadapi problem keagamaan dan kebangsaan yang dihadapi saat ini.
Moderasi beragama, menurutnya, dapat didefinisikan sebagai cara pandang, sikap, dan praktik beragama dalam kehidupan yang meliputi cara mengaktualisasikan ajaran agama yang melindungi kemanusiaan, melindungi martabat manusia, dan membangun kemaslahatan umutm berdasarkan prinsip adil dan berimbang.
“Untuk itu, sebagai menteri agama saya berkewajiban untuk memberikan dukungan baik dan sepenuhnya atas terbitnya Permendikbudristek No. 30/2021,” tegasnya.
Yaqut menegaskan, tidak ada alasan untuk tidak mendukung beleid tersebut. Upaya yang dilakukan oleh Kemenag untuk menyelesaikan permasalahan kekerasan seksual, terutama di lingkungan kampus adalah dengan menerbitkan Surat Keputusan Dirjen Pendidikan Islam No. 5494 Tahun 2019 tentang Pedoman Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan Seksual pada Perguruan Tinggi Keagamaan Islam.
“Saya kira ini dukungan yang berkali-kali saya sampaikan kepada mas menteri Nadiem maupun di publik semua berkepentingan memberikan dukungan yang lebih baik," katanya.