Bisnis.com, JAKARTA- Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengendus ketidakberesan dalam pembelian nikel yang dilakukan oleh salah satu smelter.
Menurut KPPU ada kekuatan pasar yang didug dimiliki oleh perusahaan smelter sehingga bisa menekan harga nikel.
Direktur Investigasi Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Gopprera Panggabean mengatakan bahwa sebelum larangan ekspor, perusahaan pertambangan bisa langsung menjual nikel hasil pertambangan ke luar negeri.
Namun, setelah ada larangan ekspor itu, mereka mesti menjual ke perusahaan smelter untuk dioleh lebih lanjut.
“Smelter yang diduga membeli, diduga punya posisi dominan atau market power karena itu perusahaan pertambangan memiliki pilihan yang terbatas dalam menjual nikel mereka. Karena itu harga pembelian nikel bisa ditekan oleh perusahaan smelter,” jelasnya, Jumat (12/11/2021).
Tanpa menjelaskan lebih lanjut mengenai perusahaan smelter yang dimaksud, Gopprera mengatakan bahwa pihaknya juga akan mengecek perusahaan surveyor yang sering digunakan oleh perusahaan smelter itu, karena hasil perhitungan dari surveyor itu yang sering digunakan oleh perusahaan smelter yang telang diteliti.
“Apakah surveyor bagian dari kesepakatan sehingga harga beli masing-masing perusahaan penambang tidak jauh beda atau sama. Hitung-hitungan surveyor banyak digunakan oleh perusahaan smelter. Kami belum jelaskan detail karena masih penelitian,” tambahnya.
Karena masih mendalami melalui penelitian, pihaknya belum mengetahui secara persis pasal mana yang berpotensi dilanggar oleh perusahaan smelter tersebut. Namun dia menggambarkan bahwa bisa saja terjadi oligopsoni atau kekuatan pembeli yang menguasai pasokan.
“Kita akan liat potensi-pontesi pelanggaran yang lain, apakah ada juga penetapan kesepakatan sehingga harga beli sama atau tidak jauh berbeda. Nanti kita bandingkan dengan smelter yang tidak kerja sama dengan surveyor tersebut,” ucapnya.