Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Datangi Istana, Putri Terpidana Mati Merry Utami Minta Jokowi Beri Grasi

Putri terpidana mati Merry Utami meminta Presiden Jokowi memberikan grasi. Hal itu karena selama 20 tahun di penjara sang ibu tidak pernah membuat masalah.
Ilustrasi/Antara
Ilustrasi/Antara

Bisnis.com, JAKARTA - Terpidana Merry Utami sudah menjalani hukuman selama 20 tahun di penjara.

Mantan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) itu divonis hukuman mati atas kasus narkotika karena kedapatan membawa heroin 1,1 kilogram di dalam tasnya.

Ia ditangkap di Bandara Soekarno-Hatta pada Oktober 2001.

Merry sempat dikabarkan akan dieksekusi mati pada tahun 2016 lalu. Namun demikian, hingga saat ini urung dilakukan dan tidak ada kepastian soal eksekusi matinya.

Putri Merry Utama, Devy Christa didampingi Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat mendatangi kompleks Istana Negara, Jakarta Pusat pada Senin (1/11/2021).

Kedatangan Devy untuk meminta Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengabulkan grasi bagi ibunya.

“Kami menyerahkan surat terbuka, juga surat pribadi dari saya untuk mendorong presiden mengabulkan grasi ibu saya,” ujar Devy dikutip dari Tempo.

Menurut Devy, ibunya tidak pernah membuat masalah selama di penjara, dia berharap hal tersebut bisa menjadi pertimbangan untuk meringankan hukumannya.

Meski telah divonis bersalah dan telah menjalani hukuman selama 20 tahun penjara, pihak keluarga meyakini ibunya tidak bersalah dan hanya dijebak oleh Jerry dan dua temannya, yang merupakan bagian dari sindikat bandar narkoba Internasional.

“Harapan saya dengan saya datang ke sini menyerahkan surat terbuka untuk dipertimbangkan dulu gimana kasus mama,” ujar Devy.

Afif, Kuasa Hukum dari LBH Masyarakat yang mendampingi Devy, menginginkan agar Presiden Jokowi memahami situasi Merry. Terlebih, yang bersangkutan sudah menjalani masa hukuman 20 tahun di penjara dan tidak jelas kapan akan dieksekusi.

Afif mengatakan ketidakpastian yang menimpa Merry hingga saat ini dianggap telah melanggar Hak Asasi.

“2016 itu batal dieksekusi ya tapi sampai sekarang nggak ada kepastian. Itu tindakan yang melanggar hak asasi,” ujarnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Newswire
Sumber : Tempo.co

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper