Bisnis.com, JAKARTA - Anggota Komisi Kesehatan DPR RI Netty Prasetiyani Aher meminta kebijakan pemerintah terkait kewajiban tes RT-PCR kepada calon penumpang pesawat di dalam negeri tidak membebani masyarakat.
Menurutnya, jika transportasi udara dianggap memiliki risiko lebih, seharusnya ada afirmasi harga tes PCR yang terjangkau oleh semua kalangan.
"Kimia Farma sebagai BUMN saja mematok harga Rp495.000. Angka ini jauh lebih mahal ketimbang harga tiket ekonomi pesawat Jakarta-Surabaya," kata Netty dalam keterangan tertulis, Sabtu (23/10/2021).
Lebih lanjut, dia mengatakan PPKM sudah dilonggarkan, namun tetap harus dipantau agar tidak bablas demi mencegah kembali terjadinya lonjakan Covid-19.
"Nah, bagaimana caranya? Mengapa harus dengan tes PCR yang berbiaya tinggi?" sambung Netty.
Dia pun mempertanyakan dasar kebijakan tersebut. "Apakah sudah dilakukan penelitian sampling terkait mobilitas masyarakat melalui udara dengan peningkatan kasus positif? Ini penting agar masyarakat tahu bahwa kebijakan tersebut dibuat berdasarkan hasil penelitian ilmiah," kata Netty yag merupakan politikus PKS itu.
Netty mengatakan kebijakan tersebut berpotensi diskriminatif karena hanya transportasi udara yang dikenai kewajiban tes PCR. Adapun transportasi lainnya juga menimbulkan kerumunan, terbebas dari aturan tersebut.
"Perlu konsistensi antara prasyarat angkutan darat, laut dan udara terkait screening method karena esensinya sama dan seharusnya tidak berbeda alat," ujarnya.
Selain itu, Netty menilai kewajiban PCR untuk pesawat juga memantik masalah karena setiap daerah memiliki kapasitas beragam terkait ketersediaan lab dan aksesibilitas publik untuk PCR.
"Seharusnya waktu berlakunya juga diperpanjang, bukan hanya dua hari. Apalagi masih banyak lab di daerah yang infrastrukturnya belum lengkap sehingga tidak mampu mengeluarkan hasil tes PCR dalam kurun waktu 1×24 jam. Hal ini akan menjadi masalah tersendiri jika tidak ada solusi dari pemerintah," katanya.