Bisnis.com, JAKARTA – Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) memperkirakan nilai shadow economy di Indonesia mencapai 30 – 40 persen dari produk domestik bruto (PDB) Indonesia.
Angka ini jauh lebih tinggi dari perkiraaan Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyebut besaran shadow economy di kisaran 10 persen.
Shadow economy adalah aktivitas ekonomi secara ilegal yang melingkupi penyelundupan, perjudian, hingga perdagangan narkotika.
“Angka BPS di kisaran 8 – 10 persen itu sangat konservatif, kami sebetulnya cenderung lebih menggunakan data dari lembaga internasional di angka 30 – 40 persen dari PDB,” ujar Kepala PPATK Dian Ediana Rae di DPR, Rabu (29/9/2021).
Dian menjelaskan angka ini sangat besar. Sebab, jika mengacu ke PDB tahun 2020 yang nilainya sebesar Rp15.434,2 triliun, artinya nilai shadow economy di Indonesia mencapai Rp4.630,5 triliun sampai dengan Rp6.173,6 triliun.
Besarnya porsi shadow economy, menurut Dian, merupakan tantangan bagi pemerintah. Pasalnya, jika tak segera diatasi, fenomena ini dapat mengganggu ekonomi Indonesia yang dapat tumbuh di bawah potensi riil.
Adapun Dian menuturkan, pemerintah telah menyiapkan langkah mengikis aktivitas ekonomi tersebut. Presiden Jokowi bahkan telah telah menerbitkan instruksi kepada semua instansi untuk melakukan pemetaan.
“Kami meyakini dengan penanganan shadow economy dan tindak pidana ekonomi dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan serta distribusi yang lebih adil,” jelasnya.