Bisnis.com, JAKARTA - Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengusut seluruh kasus korupsi yang menyeret nama eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin.
Diketahui, KPK telah menahan Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin usai diumumkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap penanganan perkara di Lampung Tengah pada Sabtu (25/9/2021).
"Saya meminta KPK untuk mengembangkan kasus bukan hanya menyangkut dugaan korupsi di Lampung Tengah, juga rangkaiannya termasuk yang diminta kepada Robin Pattuju," kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman dalam keterangannya, Senin (27/9/2021).
Azis diduga terseret dalam tiga kasus. Pertama, terkait penanganan perkara di Tanjungbalai yang menjerat Bupati nonaktif Tanjungbalai M Syahrial. Kedua, dugaan korupsi dana alokasi khusus (DAK) di Lampung Tengah yang menyeret Azis dan Politikus Partai Golkar Aliza Gunado.
Ketiga, kasus pencucian uang yang dilakukan mantan Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari. MAKI pun meminta lembaga antirasuah untuk mencari bukti keterlibatan Azis di tiga kasus itu.
"Saya pada tataran mendorong KPK untuk menemukan dua alat bukti minimal, dan bisa tiga atau empat termasuk petunjuk rekaman pembicaraan, atau sadapan, atau kloning dari alat komunikasi yang bisa dipakai alat bukti," ujar Boyamin.
Baca Juga
Azis telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap penanganan perkara di Lampung Tengah.
Dalam perkara ini, Azis awalnya mencoba menghubungi mantan Penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju untuk menutup perkara yang menjerat Politikus Partai Golkar Aliza Gunado dan dirinya di KPK.
Stepanus Robin pun meminta uang kepada Azis untuk membantunya menutup perkara di KPK. Stepanus Robin diduga berkali-kali menemui Azis. Dalam pertemuan-pertemuan itu Azis memberikan uang kepada Robin sebanyak tiga kali yakni US$100 ribu, S$17.600, dan S$140.500.
Uang asing itu selalu ditukarkan ke rupiah usai diserahkan Azis ke Robin, totalnya mencapai Rp3,1 miliar. Dalam kesepakatan awal, Azis seharusnya memberikan Rp4 miliar untuk menutup kasus tersebut.
Atas perbuatannya, Azis dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.