Bisnis.com, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dikabarkan telah menetapkan Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin sebagai tersangka.
Sebelum kabar itu berhembus, Azis sempat diduga menyuap penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju. Penyuapan itu terkait proses penyelidikan kasus korupsi di Lampung Tengah yang diduga menyeret nama politisi Partai Golkar itu.
"KPK saat ini sedang melakukan penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi pemberian hadiah atau janji (suap) terkait penanganan perkara TPK yang ditangani oleh KPK di Kabupaten Lampung Tengah," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, Kamis (23/9/2021).
Dalam catatan Bisnis, dugaan keterlibatan Azis Syamsuddin terendus dalam surat dakwaan milik eks penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju.
Dakwaan itu menyebutkan bahwa sekitar Agustus 2020, Stepanus diminta tolong oleh Azis Syamsudin apakah bersedia mengurus kasus yang melibatkan Azis Syamsudin dan Aliza Gunado terkait penyelidikan KPK di Lampung Tengah.
Stepanus dan Maskur Husain kemudian sepakat untuk mengurus kasus yang melibatkan Azis Syamsudin dan Aliza Gunado tersebut asal diberi imbalan uang sejumlah Rp2 miliar dari masing-masing orang yaitu Azis Syamsudin dan Aliza Gunado. Stepanus juga meminta uang muka Rp300 juta.
Baca Juga
Hal itu kemudian disetujui oleh Azis Syamsuddin. Uang muka diterima oleh Stepanus dan Maskur. Kemudian pada 5 Agustus 2020, Stepanus kembali menerima dari Azis di rumah dinas Azis Syamsuddin di Jalan Denpasar Raya, Kuningan, Jaksel, senilai US$100 ribu.
"Uang tersebut sempat Terdakwa tunjukkan kepada Agus Susanto saat ia sudah kembali ke mobil dan menyampaikan Azis Syamsuddin meminta bantuan Terdakwa, yang nantinya Agus Susanto pahami itu terkait kasus Azis Syamsuddin di KPK," ucap jaksa.
Nyanyian Bupati
Dugaan keterlibatan Azis Syamsuddin bisa ditelusuri dari kasus yang menjerat Mustafa, mantan Bupati Lampung Tengah.
Berdasarkan catatan Bisnis, Mustafa diringkus oleh KPK dalam serangkaian operasi tangap tangan (OTT) pada Februari 2018 di Jakarta, Bandara Lampung dan Lampung Tengah. Setelah memeriksa 19 orang yang diamankan, KPK mendapatkan informasi bahwa Mustafa mengarahkan bawahannya untuk memberikan suap.
“Diduga pemberian uang untuk anggota DPRD terkait persetujuan atas pinjaman daerah Rp300 miliar kepada PT [SMI] Sarana Multi Infrastruktur dan digunakan untuk proyek infrastruktur yang akan dikerjakan Dinas PUPR,” ujarnya Wakil Ketua KPK Laode Muhamad Syarif ketika itu.
Untuk memperoleh pinjaman tersebut, Pemerintah Lampung Tengah membutuhkan surat pernyataan bersama dengan DPRD sebagai persyaratan nota kesepahanan dengan PT SMI.
Dalam proses pembahasan, pihak DPRD diduga meminta dana sebesar Rp1 miliar dan atas arahan Bupati, bawahannya berhasil mendapatkan Rp900 juta dari kontraktor swasta sementara sisanya Rp1 miliar didapatkan dari dana taktis pemerintah setempat.
“Dalam berkomunikasi muncul kode cheese atau keju sebagai sandi agar DPRD mau menandaangani surat persetujuan tersebut,” tuturnya.
Dalam persidangan, Mustafa kemudian dihukum penjara selama tiga tahun karena terbukti menyuap beberapa anggota DPRD Lampung Tengah sejumlah Rp 9,6 miliar. Penyuapan itu dilakuan bersama-sama Kepala Dinas Bina Marga Lampung Tengah, Taufik Rahman.
Sejumlah anggota DPRD Lampung Tengah periode 2014-2019 yang disebut menerima suap yakni, Natalis Sinaga, Rusliyanto, Achmad Junaidi Sunardi, Raden Zugiri. Kemudian, Bunyana dan Zainuddiin.
Ketika sedang menjalankan masa tahanannya, Mustafa meminta izin lembaga Pemasyarakatan untuk keluar menjenguk orang tuanya yang sedang sakit keras.
Saat menjenguk orang tuanya, Mustafa membuat pernyataan kalau anggota DPR Azis Syamsudin meminta fee sebesar 8 persen dari persetujuan Dana Alokasi Khusus APBNP 2017.
Azis kemudian meradang dan mengadukan Mustafa ke Bareskrim Polri dengan sangkaan pencemaran nama baik. Laporan tersebut dilakukan oleh kuasa hukumnya, Bambang Sukarno Sakti, pada Rabu (15/2/2020).
Lapor ke Bareskrim
Setelah mengungkapkan pernyataan kontroversial tersebut, Bekas Bupati Lampung Tengah Mustafa diadukan ke Bareskrim Polri karena diduga telah melakukan perbuatan tindak pidana pencemaran nama baik Wakil Ketua DPR Azis Syamsudin.
Mustafa sebelumnya menuding Aziz Syamsudin telah meminta fee 8 persen untuk Dana Alokasi Khusus (DAK) tahun anggaran 2017 untuk wilayah Lampung Tengah. Maka dari itu, Mustafa dilaporkan ke Bareskrim Polri untuk mengklarifikasi pernyataannya itu.
"Kami melaporkan Mustafa karena diduga telah mencemarkan nama baik Azis Syamsudin," tutur Penasihat Hukum Forum Masyarakat Pemantau Hukum Indonesia (FMPHI) San Salvator, Rabu (15/1/2020).
Namun, sayangnya laporan tersebut masih belum diterima tim penyelidik karena masih ada beberapa barang bukti yang kurang dan harus dilengkapi lagi untuk memudahkan tim penyidik menggarap kasus tersebut. "Kami akan kembali lagi untuk melengkapi barang buktinya," katanya.
Secara terpisah, Wakil Ketua DPR, Aziz Syamsudin menilai bahwa Mustafa telah menuding dirinya tanpa alasan dan fakta yang jelas. Kendati begitu, dia mengaku tetap akan menghormati proses hukum yang tengah berjalan.
"Terkait dengan diri saya, saya berharap hal ini tidak dipolitisasi yang mengarah kepada pembunuhan karakter," ujarnya.