Bisnis.com, JAKARTA - Penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan eks Gubernur Sumatra Selatan Alex Noerdin dan eks Komisaris PT Perusahaan Daerah Pertambangan dan Energi (PDPDE) Gas, Muddai Madang jadi tersangka kasus korupsi.
Alex kini merupakan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Fraksi Partai Golkar.
Sekretaris Fraksi Partai Golkar DPR Adies Kadier mengatakan bahwa Alex akan diganti apabila sudah berkekuatan hukum tetap (inkrah) atau yang bersangkutan mengundurkan diri.
Menurutnya, hal itu mengacu pada UU No. 17/2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD pasal 236 dan 237.
“Jadi kami akan memantau, melihat dulu [perkembangan],” kata Adies saat dihubungi, Kamis (16/9/2021)
Adies menjelaskan bahwa penetapan Alex sebagai tersangka cukup mengagetkan internal partai. Ini karena terjadi secara tiba-tiba.
“Tentu kami ingin mendalami lebih dalam dulu sejauh apa kasus tersebut sebelum mengambil langkah-langkah lebih lanjut,” jelasnya.
Terkait perkara tersebut, sebelumnya tim penyidik Kejagung juga sudah menetapkan dua orang jadi tersangka yaitu eks Direktur Utama PT PDPDE Provinsi Sumatra Selatan merangkap jabatan sebagai Direktur PT PDPDE Gas Caca Isa Saleh S dan eks Direktur Dika Karya Lintas Nusa (DKLN) merangkap Direktur PDPDE Gas yaitu A Yaniarsyah Hasan.
Setelah ditetapkan sebagai tersangka, keduanya juga langsung ditahan selama 20 hari ke depan di Rutan Salemba cabang Kejagung dan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
Seperti diketahui, perkara korupsi tersebut berawal dari perjanjian jual beli gas bagian negara antara KKS Pertamina Hulu Energi (PHE), Talisman dan Pacific Oil dengan Pemprov Sumsel.
Hak jual ini merupakan participacing interest PHE 50 persen, Talisman 25 persen, dan Pacific Oil 25 persen yang di berikan dalam rangka untuk meningkatkan pendapatan asli daerah Pemprov Sumsel.
Namun, pada praktiknya, bukan Pemprov Sumsel yang menikmati hasilnya, tapi PT PDPDE Gas yang merupakan rekanan yang diduga telah menerima keuntungan fantastis selama periode 2011-2019.
PDPDE Sumsel yang mewakili Pemprov Sumsel hanya menerima total pendapatan kurang lebih Rp38 miliar dan dipotong utang saham Rp8 miliar. Bersihnya kurang lebih Rp30 miliar selama 9 tahun.
Sebaliknya, PT PDPDE Gas mendapatkan banyak keuntungan dari penjualan gas bagian negara ini.
Diduga selama kurun waktu 8 tahun, pendapatan kotor sekitar Rp977 miliar, dipotong dengan biaya operasional, bersihnya kurang lebih Rp711 miliar.