Bisnis.com, JAKARTA -- Pemerintah harus menanggung beban dari kasus bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI), yang kemudian menjadi skandal kasus kejahatan terbesar di Indonesia, sampai saat ini.
Upaya penyelesaian perkara BLBI melalui proses pidana selalu terhalang dan mentok. Sementara penyelesaian secara perdata juga belum sepenuhnya optimal. Pada tahun ini pemerintah memang telah membentuk Satuan Tugas atau Satgas BLBI.
Sejumlah langkah juga mulai dilakukan, misalnya, dengan memanggil para obligor dan debitur BLBI. Sayangnya, upaya ini belum sepenuhnya optimal. Apalagi, para obligor yang merampok uang negara itu sebagian besar sudah berada di luar negeri. Hidup nyaman dengan uang rampokannya.
Hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang dikeluarkan pada tahun 2000 telah menyebutkan bahwa skandal BLBI merugikan keuangan negara Rp138,442 Triliun dari Rp144, 536 triliun BLBI yang disalurkan. Artinya ada kebocoran sekitar 95,78%.
Sementara audit dilakukan pada Bank Indonesia dan 48 bank penerima BLBI dengan rincian 10 Bank Beku Operasi, 5 Bank Take Over, 18 Bank Beku Kegiatan Usaha (BBKU), dan 15 Bank Dalam Likuidasi.
Menteri Keuagan Sri Mulyani Indrawati berulangkali menyatakan bahwa negara sampai dengan saat ini terus dibebani persoalan BLBI.
Baca Juga
Menurutnya sejak pertama kali dia menjadi menteri keuangan hingga diperiode ketiga dia menjabat kursi penguasa fiskal, kasus ini belum tuntas. Negara belum lepas dari dosa kebijakan yang bermula pada saat krisis tersebut.
Lantas seberapa besar beban BLBI bagi keuangan negara? Sampai kapan negara menanggung dosa-dosa turunan BLBI tersebut?