Bisnis.com, JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) mendalami kasus dugaan korupsi di BUMN Perusahaan Umum Perikanan Indonesia (Perum Perindo) terkait pengelolaan keuangan dan dana usaha pada periode 2016-2019.
Dalam penyidikan, Kejagung menemukan kerugian negara ratusan miliar rupiah di perusahaan pelat merah tersebut.
Atas temuan tersebut, Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir memberi dukungan penuh dan menghormati proses penyidikan yang dilakukan Kejagung terhadap Perum Perindo agar kinerja dan citra perusahaan bisa kembali positif.
“Kalau ada karyawan BUMN yang mengetahui indikasi korupsi, lapor saya! Saya tegas, tidak menoleransi dan tidak kompromi terhadap praktik korupsi di lingkungan BUMN,” kata Menteri BUMN dalam keterangan tertulis, Rabu (25/8/2021).
Menurut Erick, BUMN di bawahnya akan terus menekankan prinsip good governance dan terus gencar menanamkan akhlak sebagai core value di kementerian dan perusahaan BUMN.
"Sejak menjadi Menteri BUMN, saya terus menekankan pentingnya penerapan core value akhklak di Kementerian BUMN dan semua perusahaan BUMN. Kasus Perum Perindo merupakan kasus lama, sebelum saya menjabat. Oleh karena itu, saya mendorong semaksimal mungkin agar kasus ini tuntas dan direksi-direksi yang mengetahui dan terlibat, siap mempertanggungjawabkan," tegas Erick.
Baca Juga
Dia menambahkan, pihaknya terus intensif melibatkan lembaga pengawasan keuangan pemerintah seperti BPKP, BPK, dan Kejaksaan Agung, serta KPK untuk memberi edukasi dan pengawasan keuangan negara.
"Kasus lama Perum Perindo tahun 2017 ini diharapkan selesai secepatnya. Hal itu penting bagi Perum Perindo, sebagai perusahaan BUMN yang strategis untuk mewujudkan ketahanan pangan di sektor perikanan dan juga menyejahterakan para nelayan kita," pungkasnya.
Menurut pihak Kejagung, kasus ini bermula pada 2017, saat Perum Perindo menerbitkan medium term notes (MTN) atau utang jangka menengah untuk mendapatkan dana dari jualan prospek penangkapan ikan yang saat itu terkumpul dana MTN mencapai Rp200 miliar.
Namun, sebagian besar dana yang dipakai untuk modal kerja perdagangan itu menimbulkan permasalahan kontrol transaksi yang kian hari kian lemah.
Transaksi terus berjalan, meskipun mitra Perum Perindo yang terlibat terindikasi kredit macet.
Kontrol yang lemah dan pemilihan mitra kerja yang tidak hati-hati menjadikan perdagangan pada saat itu mengalami keterlambatan perputaran modal kerja dan akhirnya sebagian besar menjadi piutang macet dengan total nilai sebesar Rp181.196.173.783.