Bisnis.com, JAKARTA - Keterlibatan swasta terutama perlu diarahkan untuk membantu mengatasi terbatasnya pasokan vaksin secara global dan sulitnya distribusi domestik.
Pasalnya, besarnya kebutuhan vaksin tanpa diiringi peningkatan jumlah pasokan berisiko memperburuk aksesibilitas dan mempersulit pemerataan. Apalagi ketika semua pasokan tersebut hanya bisa masuk ke Indonesia melalui satu jalur saja.
Menurut Associate Researcher Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Andree Surianta, seretnya pasokan vaksin global mengharuskan Indonesia untuk mulai memikirkan strategi vaksinasi yang berfokus kepada pertahanan daripada kecepatan.
Secara nasional, herd immunity bukan hanya perlu dicapai secepat mungkin tetapi juga semerata mungkin. Kekebalan bisa memudar, jadi daerah yang mencapai herd immunity lebih cepat beresiko kembali terancam bila penularan masih marak di daerah tetangga.
Jika keserentakan antar wilayah sulit dipastikan, maka kantong-kantong imunitas wilayah harus dipertahankan sampai herd immunity nasional terbentuk. Tentu saja hal ini memerlukan pasokan vaksin yang memadai dan distribusi yang bebas hambatan, demikian diungkapkan .
“Keterlibatan sektor swasta sangat penting untuk strategi ini karena program vaksinasi nasional butuh sumber daya yang masif yang tentunya akan sangat membebani APBN jika terus menerus ditanggung pemerintah saja. Bergantung kepada satu BUMN saja untuk pengadaan dan pendistribusian semua vaksin juga sangat berisiko,” tuturnya pada Jumat (13/8/2021).
Baca Juga
Lebih lanjut, Andree menjelaskan sumber daya dari sektor swasta harus dirangkul untuk membantu mengurangi tekanan pada sumber daya pemerintah dan membebaskannya untuk intervensi lain. Termasuk diantaranya adalah memperbaiki komunikasi publik dan meningkatkan kapasitas pengujian dan pengujian.
Sumber daya sektor swasta juga dapat dimanfaatkan di berbagai mata rantai pasokan vaksin. Jaringan rumah sakit swasta yang luas perlu dilibatkan lebih aktif dalam upaya menjaga kekebalan populasi.
"Hambatan rantai pendingin vaksin di daerah terpencil dapat diatasi dengan memanfaatkan inovasi energi terbarukan di sektor swasta. Investasi swasta dalam produksi vaksin juga harus didorong," tegas Andree.
Ada beberapa area di mana keterlibatan swasta yang lebih dalam perlu segera dieksplorasi. Yang pertama adalah dalam upaya mempertahankan kekebalan para tenaga kesehatan.
Andree menjelaskan, peran tenaga kesehatan sangat penting dalam memerangi pandemi sehingga mereka termasuk yang pertama divaksinasi di Indonesia. Namun, ini juga berarti bahwa mereka akan menjadi yang pertama mengalami pudarnya antibodi. Hal ini menjadi risiko yang serius jika pandemi berlarut-larut.
"Karena sebagian besar rumah sakit di Indonesia dioperasikan oleh swasta, Kementerian Kesehatan harus bekerja sama dengan mereka untuk memantau dan menjaga kekebalan populasi staf mereka. Jika vaksinasi booster Covid-19 diperlukan, maka pengadaan, pembiayaan, dan pelaksanaannya sebaiknya ditangani langsung oleh rumah sakit," tuturnya.
Mengizinkan rumah sakit untuk mencari vaksin sendiri juga bisa membantu membuka jalur pasokan baru. Pendekatan ini akan membantu rumah sakit mempersiapkan rantai pasokan vaksin COVID-19 mereka untuk perluasan selanjutnya ketika saatnya tiba bagi masyarakat umum untuk divaksinasi ulang.
Selanjutnya, lanjut Andree, adalah mendorong investasi swasta dalam produksi vaksin. Indonesia perlu mendiversifikasi kapasitas produksi vaksinnya untuk mengurangi risiko disrupsi. Karena bergantung kepada satu produsen sangat berisiko karena kebutuhan vaksin Covid-19 yang sangat besar akan terus ada sedangkan vaksin lainnya juga tetap perlu diproduksi.
"Kementerian Investasi harus mulai mengidentifikasi hambatan regulasi yang menghentikan investor farmasi untuk mendirikan fasilitas manufaktur mereka di dalam negeri," tutup Andree.