Bisnis.com, JAKARTA - Usai dilantik menjadi Presiden Iran, Ebrahim Raisi berjanji akan mengambil tindakan untuk mencabut sanksi keras yang dijatuhkan oleh Amerika Serikat (AS), selain tidak akan mengikat perekonomian masa depan negara itu dengan negara Barat.
Raisi dilantik sebagai presiden kedelapan Iran oleh Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei.
Pria berusia 60 tahun itu mengisyaratkan bahwa dia akan melanjutkan pembicaraan untuk memulihkan kesepakatan nuklir 2015.
Sebagai catatan, Amerika Serikat menarik diri secara sepihak dari kesepakatan itu tiga tahun lalu.
"Kami pasti akan mencabut sanksi yang kejam itu dan tidak akan membuat mata pencaharian dan ekonomi rakyat tidak terikat dengan kehendak negara asing," katanya dalam pidatonya pada upacara yang disiarkan televisi di Teheran seperti dikutip Aljazeera.com, Rabu (4/8/2021).
Pelantikan itu juga dihadiri para petinggi lainnya dan komandan militer.
Negosiasi kesepakatan nuklir putaran keenam dengan penandatangan kesepakatan di ibu kota Austria berakhir pada Juni. Setelah itu, Iran mengisyaratkan bahwa pembicaraan hanya dapat dilanjutkan setelah Raisi menjabat minggu ini.
Meski ada harapan bahwa suatu hari akan dimulai kembali pembicaraan setelah pengambilan sumpah Raisi, retorika oleh Iran dan AS selama seminggu terakhir menunjukkan bahwa tuntutan kedua negara saling bertentangan.
AS dan Iran perlu membuat kompromi besar untuk pembicaraan tersebut untuk sampai pada kesepakatan.
Raisi juga akan mengambil alih kekuasaan beberapa hari setelah AS, Inggris, dan Israel menuduh Iran menyerang kapal tanker minyak yang terkait dengan pengusaha Israel dengan pesawat tak berawak.
Akibat serangan itu, dua awak, termasuk seorang warga negara Inggris dan Rumania tewas.
Sebelum memenangkan pemilu, Raisi merupakan Ketua Mahkamah Agung Iran yang ultrakonservatif. Dia dikenal karena kesetiaannya pada struktur kekuasaan ulama Iran.