Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sudah Sembuh dan Vaksinasi Covid-19, Mengapa Masih Terinfeksi Virus Corona Lagi?

Walaupun tubuh sudah mengembangkan sistem imun untuk melawan Covid-19, masih ada kemungkinan seseorang dapat reinfeksi.
Petugas medis di RSUD Loekmono Hadi Kudus, Jawa Tengah, tengah melayani pemeriksaan tes swab PCR./Antara-Akhmad Nazaruddin Lathif
Petugas medis di RSUD Loekmono Hadi Kudus, Jawa Tengah, tengah melayani pemeriksaan tes swab PCR./Antara-Akhmad Nazaruddin Lathif

Bisnis.com, JAKARTA - Orang yang pernah terinfeksi Covid-19 akan punya daya tahan lebih kuat dalam menghadapi Virus Corona, karena sistem imun telah mengenali karakter virus.

Saat terpapar kembali tubuh akan lebih siap menghadapinya. Walaupun telah positif Covid-19 dan dinyatakan sembuh, tetap ada kemungkinan seseorang kembali terinfeksi, kondisi yang disebut reinfeksi Covid-19.

“Reinfeksi Covid-19 terjadi ketika seseorang yang sudah sembuh dari infeksi Virus Corona terinfeksi lagi oleh struktur Virus Corona yang berbeda dengan infeksi Virus Corona sebelumnya,” jelas Spesialis Penyakit Dalam dr. Yoga Fitriakusumah, anggota Ikatan Dokter Indonesia, Selasa (13/7/2021).

Reinfeksi berbeda dengan repositif atau reaktivasi virus, kondisi ketika Virus Corona yang masih tersisa di tubuh menginfeksi orang itu lagi, atau infeksi disebabkan oleh virus dengan struktur yang sama.

Perlu ada pengambilan sampel untuk mengurutkan informasi genetik (genome) virus untuk bisa membedakan apakah yang terjadi reinfeksi atau repositif/reaktivasi.

Genome Virus

Sampel berasal dari tes pada kasus positif yang pertama dan kedua.

Peneliti mengurutkan kedua sampel itu dan membandingkannya untuk mengetahui apakah ada kesamaan struktur atau varian. Bila berbeda, berarti pasien mengalami reinfeksi Covid-19.

Namun, pengurutan genome virus bukanlah pekerjaan ringan. Harus ada tenaga terlatih serta perlengkapan dan laboratorium dengan standar tertentu untuk melakukannya. Pengurutan genome juga membutuhkan waktu lama.

Di Indonesia, belum ada panduan khusus untuk menangani kasus reinfeksi dan repositif.

“Pasien yang positif Covid-19 untuk kedua kalinya ditangani dengan cara sama ketika pertama kali positif,” ujar Dokter Spesialis Penyakit Dalam yang praktik di Primaya Evasari Hospital.

Dia menambahkan, penelitian di Nuffield Department of Medicine di University of Oxford, Amerika Serikat, menemukan banyak kasus reinfeksi Covid-19 kemungkinan besar adalah repositif.

Sebab, Virus Corona bisa menyebabkan infeksi dalam waktu lama dan struktur genome-nya membuat virus mampu bertahan di dalam tubuh. Virus ini pun bisa tak terdeteksi dalam tes dan siap untuk menyerang sekali lagi.

Jarang Terjadi

Namun, pada dasarnya reinfeksi Covid-19 jarang terjadi. Berdasarkan penelitian di Public Health England Colindale di Inggris dan Statens Serum Institut di Denmark, orang yang pernah terinfeksi Virus Corona mendapat perlindungan hingga 80 persen dari infeksi kedua.

Adapun dari penelitian di Denmark, perlindungan terhadap warga lanjut usia (di atas 65 tahun) hanya 47 persen.

Dengan demikian, mengacu pada hasil penelitian tersebut, kalangan lansia tergolong lebih berisiko mengalami reinfeksi.

Analisis dari riset tersebut menunjukkan, di antara orang yang positif pada gelombang Covid-19 pertama, sebanyak 0,65 persen positif kembali pada gelombang wabah kedua.

Orang yang memiliki penyakit penyerta (komorbid) juga lebih mungkin terkena infeksi kedua.

Walaupun tubuh sudah mengembangkan sistem imun untuk melawan Covid-19, masih ada kemungkinan seseorang dapat reinfeksi.

Sebab, Covid-19 pun bisa berkembang atau bermutasi sehingga memiliki banyak varian dengan karakternya masing-masing.

Menurut sejumlah penelitian, beberapa varian mampu melawan sistem imun manusia.

Maka dari itu, orang yang pernah positif Covid-19 tetap harus menerapkan protokol kesehatan. Sama halnya seperti orang yang sudah mendapat vaksin. Walaupun vaksin memberikan perlindungan terhadap serangan virus, orang yang telah divaksin masih bisa terinfeksi jika terpapar Virus Corona penyebab Covid-19.

Gejala Reinfeksi

Hingga saat ini, berbagai penelitian belum sampai pada satu kesimpulan apakah gejala reinfeksi pasti lebih parah dibanding sebelumnya atau tidak.

Dokter di Gulhane Training and Research Hospital di Turki menyebut, terdapat pasien yang pada infeksi pertama tak mengalami gejala, namun saat reinfeksi mengalami gejala ringan.

Sedangkan, bila pada infeksi pertama harus dirawat di rumah sakit, pasien memerlukan perawatan intensif saat reinfeksi, terutama kalangan lansia yang memiliki penyakit penyerta.

Namun beberapa penelitian lain menemukan tidak ada perbedaan gejala antara infeksi pertama dan kedua. Malah, ada pasien yang gejalanya lebih ringan ketika terkena reinfeksi Covid-19.

“Salah satu faktor yang diduga berpengaruh adalah sistem imun. Jika imun yang terbentuk dari infeksi pertama masih kuat dan bisa melawan Virus Corona, maka gejalanya akan ringan atau bahkan tidak ada gejala. Sedangkan, bila imun sudah lemah atau tidak dapat menemukan Virus Corona yang menyerang tubuh seseorang, maka gejalanya bisa lebih berat,” ujar Yoga.

Virus Corona penyebab Covid-19 tergolong jenis baru, sehingga belum ada penelitian yang bisa memastikan berapa lama antibodi dapat bertahan, baik antibodi yang terbentuk alami akibat infeksi Covid-19 maupun yang berasal dari vaksinasi.

Dari sejumlah kasus reinfeksi Covid-19 juga belum bisa ditarik kesimpulan karena jarak antara infeksi pertama dan kedua yang dilaporkan bervariasi. Ada yang baru dua bulan negatif ternyata terinfeksi lagi.

Ada juga reinfeksi yang terjadi setelah setahun sembuh. Penelitian masih berlangsung untuk memahaminya lebih lanjut.

Dia mengatakan, sistem imun yang terbentuk dari infeksi pertama akan mengingat karakter virus yang menyerang di kemudian hari. Namun, ada kemungkinan sistem antibodi itu lupa atau tak mengenali bila bertemu virus dengan varian berbeda.

Sudah Vaksin

Lantas, apakah seseorang bisa terinfeksi Covid-19 bila sudah divaksin?

Yoga menegaskan, vaksin bukan jaminan orang tidak akan terinfeksi Covid-19, melainkan sarana membentuk antibodi guna memberikan perlindungan terhadap serangan virus.

Proses pembentukan antibodi tidak berlangsung sekejap, itulah mengapa sebagian besar vaksin butuh hingga dosis dua kali agar perlindungan maksimal.

“Dengan demikian, orang yang sudah divaksin masih bisa terinfeksi Covid-19. Namun, risiko infeksi itu lebih kecil daripada orang yang belum mendapat antibodi dari vaksin. Jikapun terinfeksi, besar kemungkinan gejalanya hanya ringan atau tanpa gejala sehingga risiko sakit parah hingga perlu dirawat di rumah sakit lebih kecil,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Newswire
Editor : Nancy Junita
Sumber : Antara
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper