Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Polemik Pajak Sembako, Belajar dari Kejatuhan Rezim PM Najib Razak

Ibarat menabur garam di atas luka, rencana pengenaan PPN terhadap sembako memantik reaksi dan diskursus publik. Sayangnya, diskursus yang muncul cenderung bertendensi negatif. Rakyat jelas menolak.
Presiden Joko Widodo (kanan) dan PM Malaysia Najib Razak, di kantor PM Malaysia Putra Jaya, Jumat (6/2/2015)./Reuters-Olivia Harris
Presiden Joko Widodo (kanan) dan PM Malaysia Najib Razak, di kantor PM Malaysia Putra Jaya, Jumat (6/2/2015)./Reuters-Olivia Harris

Bisnis.com, JAKARTA -- Pemerintah berencana menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dan mengenakan PPN bagi barang bahan kebutuhan pokok alias sembako

Berdasarkan berkas rumusan RUU Ketentuan Umum Perpajakan, skema pengenaan tarif PPN sembako akan dibagi dalam tiga opsi. Pertama, diberlakukan tarif PPN umum yang diusulkan sebesar 12 persen. 

Kedua, dikenakan tarif rendah sesuai dengan skema multitarif yakni sebesar 5 persen, yang dilegalisasi melalui penerbitan Peraturan Pemerintah. Ketiga, menggunakan tarif PPN final sebesar 1 persen.

Ada dua alasan mendasar dari rencana penerapan skema pajak tersebut mulai dari keinginan untuk memperbaiki tax base alias basis pajak yang masih amat sangat rendah hingga dalih kesetaraan bagi semua wajib pajak.

Pemerintah mengatakan, tarif dan pengecualian yang diatur dalam UU PPN existing tak membedakan sembako yang dikonsumsi oleh rakyat jelata dengan sembako premium yang dikonsumsi kelompok menengah ke atas. Akibatnya ada kelompok sosial yang seharusnya dikenakan pajak lebih tinggi, menikmati insentif seperti rakyat jelata.

Tetapi, ibarat menabur garam di atas luka, rencana ini memantik reaksi dan diskursus publik. Sayangnya, diskursus yang muncul cenderung bertendensi negatif. Rakyat jelas menolak. Apalagi rencana itu muncul ketika ekonomi anjlok dan daya beli jebol akibat pandemi Corona.

Para wakil rakyat di Senayan juga mulai bersuara. Hampir semua partai politik menolak rencana tersebut. Termasuk partai pemerintah. Partai Gerindra menolak, Golkar agak sedikit malu-malu, PDI Perjuangan terbelah, sebagian kader menolak sebagian mendukung, PKB menolak.

Para politisi Senayan umumnya khawatir, pengenaan PPN bahan kebutuhan pokok akan kontraproduktif dengan proses pemulihan ekonomi. Konsumsi adalah penggerak utama perekonomian. Mengenakan PPN sembako berarti menghambat pemulihan konsumsi dan ini akan berdampak pada proses recovery ekonomi secara keseluruhan.

Sebaliknya, para politisi yang mendukung, umumnya memberikan penjelasan tentang skema pemajakan yang berlaku di level global. Mereka berdalih bahwa di hampir semua negara, sembako adalah barang kena pajak (BKP).  

Pengenaan pajak sembako juga sejalan dengan prinsip PPN, bahwa semua barang dan jasa adalah obyek pajak. Hal ini sekaligus akan memperbaiki rasio pajak Indonesia, yang menurut OECD terendah se-Asia Pasifik. 

Risiko Politik

Meski demikian, sejalan dengan perdebatan yang tengah berlangsung, pemerintah patut awas. Sebab, isu pengenaan sembako sangat rawan dipolitisasi. Isunya sensitif, karena terkait dengan hajat hidup orang banyak.

Tanpa pengelolaan isu yang taktis, isu pengenaan PPN yang bercampur aduk dengan masalah pandemi dan karut marut penegakan hukum, bisa memunculkan public unrest alias kekacauan sipil. Kalau ini terjadi, tentu ini merugikan pemerintah dan partai koalisi yang akan bertempur pada 2024.

Pemerintah sebaiknya perlu belajar dari kasus negeri jiran atau negara lain yang pernah tumbang karena persoalan pajak. Tak perlu jauh-jauh, tengok saja kasus tumbangnya Perdana Menteri Malaysia Najib Razak. 

Selama ini kejatuhan Najib Razak selalu dikaitkan dengan skandal 1Malaysia Development Behard atau IMDB. Padahal jauh sebelum kasus itu ramai, ketidakpuasan rakyat Malaysia terhadap pemerintahan Najib Razak sudah muncul ketika ia menerapkan skema good and service tax atau GST.

GST disahkan oleh pemerintah Malaysia pada 2015 lalu. Pada awal penerapannya, GST menimbulkan keresahan publik di negeri serumpun tersebut. Inflasi membumbung tinggi, barang konsumsi juga mengalami kenaikan. Stabilitas politik mulai terguncang. Rakyat tercekik!

Keresahan rakyat Malaysia ini kemudian menjadi makanan empuk koalisi oposisi Pakatan Harapan, yang kebetulan waktu itu dikomandoi oleh politisi dan pemimpin veteran Mahathir Mohamad dan Anwar Ibrahim. Isu GST diangkat jadi modal kampanye oposisi. 

Koalisi oposisi berjanji akan menghapus GST jika terpilih. Hasilnya, Najib tumbang dan Malaysia kembali dipimpin oleh Mahathir Mohamad.

Selain kasus Malaysia, pemerintah juga bisa berkaca pada peristiwa perlawanan dan pemberontakan yang terjadi pada masa lalu. Hampir sebagian besar perlawanan terhadap hegemoni kolonial, salah satunya dipicu oleh kebijakan pajak.

Perlawanan Samin Surosentiko di daerah Blora terhadap hegemoni kolonial, misalnya, muncul karena persoalan pajak. Pada tahun 1908 rakyat Minang juga bergolak karena menentang kebijakan kolonial terkait pembayaran pajak langsung. Pada abad XIX, rakyat Banger (Probolinggo) juga melakukan perlawanan karena pajak hasil panen yang kepalang tinggi.

Rentetan peristiwa politik di atas sejatinya memberi peringatan bahwa mengenakan atau menaikan tarif pajak ketika rakyat sedang dalam kelaparan dan keterbatasan akses terhadap sandang pangan, punya konsekuensi politik yang cukup mengerikan.

Pemberontakan adalah satu dan lain hal, tetapi yang jelas menaikan tarif PPN dan pengenaan pajak sembako akan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Ketidakpercayaan rakyat bisa berimbas pada perubahan konstelasi elit yang akan memengaruhi peta politik pada tahun 2024. Koalisi bubar, rezim tumbang dan kerusuhan bisa pecah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Edi Suwiknyo
Editor : Edi Suwiknyo
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper