Bisnis.com, JAKARTA — Pimpinan Pusat Muhammadiyah menolak rencana penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk bidang pendidikan sebagaimana tertuang dalam rancangan Undang-Undang Revisi UU No 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir menegaskan rencana penerapan PPN bidang pendidikan tersebut jelas-jelas bertentangan dengan jiwa konstitusi UUD 1945 Pasal 31 Pendidikan dan Kebudayaan. Pada ayat dua pasal itu mengamanatkan setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayaianya.
“Ormas keagamaan seperti Muhammadiyah, NU, Kristen, Katholik, dan sebagainya justru meringankan beban dan membantu pemerintah yang semestinya diberi penghargaan, bukan malah ditindak dan dibebani pajak yang pasti memberatkan. Kebijakan PPN bidang pendidikan jelas bertentangan dengan konstitusi dan tidak boleh diteruskan,” kata Haedar melalui keterangan tertulis, Sabtu (12/5/2021).
Menurut Haedar, pemerintah dan DPR semestinya mendukung kemudahan organisasi kemasyarakatan yang menyelenggarakan pendidikan secara sukarela dan berdasarkan semangat pengabdian untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
“Jika kebijakan PPN itu dipaksakan untuk diterapkan, maka yang nanti akan mampu menyelenggarakan pendidikan selain negara yang memang memiliki APBN, justru para pemilik modal yang akan berkibar dan mendominasi, sehingga pendidikan akan semakin mahal, elitis, dan menjadi ladang bisnis layaknya perusahaan,” ujarnya.
Sebelumnya, Staf Khusus Menteri Keuangan (Menkeu) Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo mengatakan bahwa pemerintah tengah membuat rezim pungutan yang adil, yakni mempersiapkan pengenaan pajak pertambangan nilai (PPN) mulai dari sembako hingga pendidikan. Akan tetapi tidak akan dilakukan dalam waktu dekat.
“Pemerintah berkomitmen melakukan penyesuaian-penyesuaian tidak akan terjadi di masa pandemi tapi tunggu saat ekonomi pulih. Sekarang kita siapkan semuanya,” kata Yustinus melalui diskusi virtual, Jumat (11/6/2021).
Yustinus menjelaskan bahwa saat ini ada 15 negara menggunakan instrumen PPN dalam merespons Covid-19 untuk mengoptimalisasi peneriman sebagai bagian dari pergeseran kebijakan.
Akan tetapi, pemerintah tidak akan melakukannya karena melihat kondisi ekonomi yang masih sulit. Anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) menjadi instrumen yang bekerja keras untuk membantu masyarakat terdampak pandemi.