Bisnis.com, JAKARTA - Sebuah analisis yang tidak dipublikasikan oleh badan-badan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) dan kelompok-kelompok bantuan, memperkirakan sekitar 350.000 orang di wilayah Tigray yang dilanda konflik di Ethiopia berada dalam kondisi kelaparan, menurut dokumen internal PBB yang dilihat oleh Reuters pada Rabu (9/6/2021).
Pemerintah Ethiopia membantah analisis Klasifikasi Fase Ketahanan Pangan Terpadu (IPC) itu, menurut catatan pertemuan Komite Tetap Antar-Lembaga (IASC) pada Senin (7/6/2021) - yang terdiri dari setidaknya 18 kepala organisasi PBB dan non-PBB.
Kelaparan telah dinyatakan terjadi dua kali dalam dekade terakhir - di Somalia pada 2011 dan di Sudan Selatan pada 2017, menurut IPC.
Badan-badan PBB, kelompok bantuan, pemerintah dan pihak terkait lainnya menggunakan IPC untuk bekerja sama menentukan situasi.
"Mengenai risiko kelaparan, tercatat bahwa angka analisis IPC yang tidak dipublikasikan sedang diperdebatkan oleh pemerintah Ethiopia, terutama sekitar 350.000 orang di seluruh Tigray yang diyakini berada dalam kondisi kelaparan IPC 5," tulis dokumen itu.
Analisis itu telah menemukan bahwa jutaan orang lebih di seluruh Tigray membutuhkan "dukungan pangan dan pertanian/mata pencaharian yang mendesak untuk mencegah penurunan lebih lanjut menuju kelaparan."
Baca Juga
Seorang diplomat senior Ethiopia di New York, berbicara dengan syarat anonim, membenarkan bahwa pemerintah membantah analisis tersebut, mempertanyakan metode survei, dan menuduh IPC kurang transparan dan tidak cukup konsultasi dengan otoritas terkait.
Pertempuran di Tigray pecah pada November antara pasukan pemerintah dan mantan partai yang berkuasa di kawasan itu, Front Pembebasan Rakyat Tigray.
Pasukan dari negara tetangga Eritrea juga telah memasuki konflik untuk mendukung pemerintah Ethiopia.
Kekerasan di Tigray telah menewaskan ribuan orang dan memaksa ratusan ribu orang meninggalkan rumah mereka di wilayah pegunungan berpenduduk lebih dari 5 juta jiwa itu.