Bisnis.com, JAKARTA - Kendati telah menghasilkan berbagai perubahan di Papua, program otonomi Khusus yang telah berjalan selama 20 tahun dan menghabiskan dana triliunan rupiah disebut masih terhambat oleh kendala birokratis dan lemahnya pemetaan persoalan yang dihadapi.
Demikian terungkap dalam acara diskusi bertajuk RUU Otsus Papua, Apakah Menyejahterakan Rakyat? yang dilaksanakan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) di Gedung Parlemen, Rabu (9/6/2021).
Tampil sebagai pembicara pada acara itu Wakil Ketua Pansus Otsus Papua Yan Mmdenas, Anggota DPD Yorys Raweyai, Bupati Merauke Romanus Mbraka serta perwakilan mahasiswa Papua Jeffry Papare.
Menurut Yan Mandenas, watak para birokrat di pemerintahan pusat selama ini yang masih bermain pada alokasi dana otonomi khusus, dan turut bermain dalam pembuatan kebijakan afirmasi, menjadi kendala birokratis yang rumit. Bahkan menurut Yan para pemain birokrat itu orangnya itu-itu saja dari dulu meski tidak menyebut nama oknum tersebut.
Menurutnya, watak para pejabat itu tidak akan bisa mendorong percepatan pembangunan Papua lewat dana Otsus.
“Jadi kendala kita selama ini ada pada birokrasi itu sendiri yang pola pikirnya tidak berubah. Jadi oknum-oknum biroktat itu wataknya dibersihkan dulu kalau kita mau melihat keberhasilan Otsus Papua,” katanya.
Baca Juga
Dia menambahkan bahwa kalaupun ada perubahan sejak Otsus diberlakukan, akan tetapi perubahan itu belum menyentuh kebutuhan rakyat yang sesungguhnya.
“Ketika terjadi kegagalan Otsus maka timbul persepsi bahwa orang Papua belum bisa diberikan kebijakan Otsus,” ujarnya.
Sementara itu, terkait rencana revisi UU Otsus Papua, Yan Mandenas mengatakan perlunya revisi menyeluruh karena banyak persoalan di Papua yang tidak terpetakan dengan baik. Dia mengatakan kalau produk legislasi hanya dilakukan revisi terbatas maka akan sulit diharapkan untuk menyelesaikan persoalan di Papua yang daerahnya punya karakter masing-masing .
“Revisi jangan dua pasal karena persoalannya kompleks. Revisi secara menyeluruh diperlukan supaya aspirasi rakyat Papua tidak terkunci pada revisi terbatas tersebut, kata Yan Mandenas.
Sementara itu, Bupati Kabupaten Merauke, Romanus Mbraka menyoroti masih kuatnya stigma orang Papua suka membuat rusuh. Padahal, ujarnya, persoalan itu kalau ada hanya terjadi dalam skala kecil, tetapi sering diberitakan secara berlebihan.
“Orang Papua itu cinta damai. Tidak seperti yang dipersepsikan orang selama ini,” ujarnya.