Bisnis.com, JAKARTA - Sekelompok pemuda yang menamakan diri Gerakan Rakyat Untuk Keadilan Indonesia (Gerak Indonesia) mempertanyakan maksud Komnas HAM memanggil Ketua KPK Firli Bahuri terkait tes wawasan kebangsaan (TWK).
"Timbul pertanyaan di mana letak substansi pelanggaran HAM yang dilaporkan Novel Baswedan Cs, Komnas HAM harus jelaskan," kata koordinator aksi Gerak Indonesia Teddy saat melakukan aksi unjuk rasa di depan Kantor Komnas HAM Jakarta, Rabu (9/6/2021).
Menurutnya, apa yang dilakukan oleh pimpinan KPK merupakan amanat dari undang-undang. Pelaksanaan tes wawasan kebangsaan bukan sekonyong-konyong atas keinginan dari pimpinan KPK.
Melainkan pelaksanaan tes wawasan kebangsaan dilaksanakan atas kerja sama dari berbagai institusi antara lain Badan Kepegawaian Negara (BKN), Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI, Dinas Psikologi TNI Angkatan Darat dan institusi lainnya.
Oleh karena itu, dia menyatakan pelaksanaan tes wawasan kebangsaan dapat dipastikan terang benderang dan tidak ada intervensi dari Pimpinan KPK.
Dia mengatakan apa yang dilaksanakan pimpinan KPK merupakan amanat Undang-Undang Republik Indonesia nomor 19 tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi serta UU nomor 5 tahun 2014 tentang ASN.
"Seyogyanya Komnas HAM bekerja secara objektif bukan mengikuti opini yang diduga sengaja dikembangkan melalui sebuah laporan oleh Novel Baswedan Cs," ujarnya.
Bahkan, menurutnya, sebaiknya Komnas HAM memeriksa Novel Baswedan yang diduga melakukan pelanggaran HAM dalam kasus penembakan sarang burung walet.
"Sampai detik ini belum ada hasil investigasi maupun komentar dari Komnas HAM terkait kasus tersebut," katanya.
Dalam orasinya, Gerak Indonesia menyampaikan sejumlah sikap yakni mendesak Komnas HAM untuk lebih fokus dalam permasalahan HAM di antaranya pembantaian warga di Poso, Papua dan lain-lain.
Kemudian mendesak Komnas HAM tidak mudah terpengaruh mengenai opini 75 pegawai KPK yang tidak lolos tes wawasan kebangsaan. Gerak Indonesia juga menyakini tidak ada pelanggaran HAM dalam tes wawasan kebangsaan karena sudah sesuai prosedur dan amanat undang-undang.
Selanjutnya mendesak Komnas HAM untuk tidak menambah kegaduhan dan memperkeruh keadaan yang sudah kondusif. Terakhir mendesak Komnas HAM memeriksa Novel Baswedan dalam dugaan kasus burung walet yang mengakibatkan rakyat sipil menjadi korban.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menteri PANRB) Tjahjo Kumolo juga sebelumnya mempertanyakan urgensi pemanggilan pimpinan KPK oleh Komnas HAM.
Hal itu disampaikan Tjahjo saat Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi II DPR RI pada Selasa (8/6/2021). Tjahjo mengatakan bahwa tidak ada hubungan antara urusan kewarganegaraan dengan persoalan pelanggaran HAM.
"Kami juga mendukung KPK misalnya yang tidak mau hadir di Komnas HAM. Apa urusan kewarganegaraan itu [dengan] urusan pelanggaran HAM," kata Tjahjo seperti dikutip dari Youtube DPR RI, Selasa (8/6/2021).
Lebih lanjut, Tjahjo juga membandingkan tes wawasan kebangsaan (TWK) kepada pegawai KPK dengan penelitian khusus (Litsus) di era Orde Baru.
“Di zaman saya Litsus tahun 1985 mau masuk anggota DPR itu, dulu kan fokus PKI, sekarang kan secara luas, secara kompleks. Dari sisi aturan saya kira Pak Syamsu [Wakil Ketua Komisi II Syamsurizal] pernah jadi panitia Litsus dulu dan sebagainya. Pak Cornelis [Anggota Komisi II Fraksi PDIP] bahwa sama plek aturannya,” ujarnya.
Sebelumnya, Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik mengatakan penanganan kasus yang sedang terjadi di KPK saat ini merupakan bagian untuk menjamin HAM di setiap lembaga negara.
"Sebagai lembaga negara dalam bidang hak asasi manusia maka menjadi tugas kami memastikan bahwa setiap kebijakan atau aturan dan tindakan lembaga negara harus sesuai standar dan norma hak asasi manusia," kata Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik.