Bisnis.com, JAKARTA — Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi) berharap semua pihak kembali fokus pada persoalan pemberantasan buku bajakan. Ketua Umum Ikapi Arys Hilman Nugraha mengatakan sudah lama dunia literasi di Tanah Air dirugikan akibat pembajakan buku.
“Pemerintah tidak boleh tinggal diam dan membiarkan persoalan ini sebagai urusan pelaku perbukuan belaka,” kata Arys melalui keterangan tertulis, Kamis, Jakarta (27/5/2021).
Isu pembajakan buku kembali mengemuka setelah penulis Tere Liye melontarkan kemarahan atas pembajakan buku melalui media sosial. Belakangan, perdebatan terjadi menyangkut cara penyampaian kemarahan tersebut, sehingga beralih dari masalah pembajakan buku itu sendiri.
Dunia perbukuan di Indonesia, menurut Arys, saat ini mengalami persoalan yang semakin buruk dalam hal pelanggaran hak cipta. Pertumbuhan pasar daring yang seharusnya menjadi berkah bagi industri penerbitan, justru menjadi ladang subur pembajakan yang bahkan mencapai skala industri.
Berangkat dari persoalan itu, Ikapi meminta setiap pihak mendukung pembasmian pembajakan buku cetak dan digital, termasuk penjualan buku bajakan di lokapasar daring.
Ikapi juga berharap pemerintah memberikan dukungan penyelenggaraan pameran internasional dan pengembangan literary agent nasional yang membuka akses terhadap penjualan intellectual property (IP) karya penulis Indonesia ke luar negeri.
“Kami berharap pemerintah mendukung pengembangan infrastruktur lokapasar daring milik para penerbit, melalui asosiasi, demi pengembangan pasar maupun perlawanan terhadap tindakan pembajakan,” tuturnya.
Pada 2019, Ikapi menerima laporan tentang pelanggaran hak cipta dari 11 penerbit. Nilai potensi kerugian hanya dari 11 penerbit saja akibat pelanggaran hak cipta mencapai angka Rp116,05 miliar.
Angka kerugian sesungguhnya di industri ini tentu lebih besar mengingat jumlah anggota Ikapi pada 2019 berkisar 1.600 penerbit dan telah bertambah menjadi 1.900 pada April 2021. Ini belum termasuk penerbit anggota organisasi lain, misalnya Afiliasi Penerbit Perguruan Tinggi Indonesia (APPTI).
Perkembangan teknologi sesungguhnya membuka peluang bagi industri perbukuan untuk menemukan cara baru berjualan.
Penerbit bisa langsung menjual produk mereka melalui toko-toko daring milik sendiri maupun lewat akun-akun mereka di lokapasar seperti Shopee,Tokopedia, Bukalapak, Lazada, Blibli, JD.ID, dan sejenisnya. Namun, ketika memasuki lokapasar, para penerbit juga harus berhadapan dengan maraknya penjualan buku bajakan.
Berdasarkan riset Ikapi, sebanyak 54,2 persen penerbit menemukan buku bajakan dari karya mereka dijual melalui lokapasar daring pada masa pandemi Covid-19.
Selain itu, sebanyak 25 persen penerbit juga menemukan pelanggaran hak cipta berupa pembagian pdf buku secara gratis, dan 20,8 persen penerbit menemukan penjualan buku bajakan dalam bentuk pdf di lokapasar daring.