Bisnis.com, JAKARTA - Keluhan publik soal undang-undang ITE yang memuat pasal multitafsir disikapi pemerintah dengan membentuk tim pengkaji.
Hasilnya, pemerintah memutuskan untuk tetap memberlakukan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) itu dengan revisi semantik.
Ihwal pilihan untuk melakukan revisi secara terbatas tersebut disampaikan Menko Polhukam Mahfud MD.
"Ada revisi semantik atau revisi terbatas yang sangat kecil. Seperti, misalnya, apa sih penistaan itu? Apa sih fitnah itu? Apa sih? Jadi dijelaskan," ujar Menko Polhukam Mahfud MD saat menjelaskan hasil kesimpulan Tim Kajian UU ITE di Jakarta, seperti dikutip Antara, Minggu (23/5/2021).
Ketua Tim Pelaksana Kajian UU ITE Sugeng Purnomo (kiri) saat menggelar rapat di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Rabu (24/2/2021)./Antara
Mahfud menuturkan tujuan penambahan penjelasan itu agar ketentuan yang dianggap pasal multitafsir atau pasal karet tidak disalahgunakan, sehingga seluruh pihak memahami konteks regulasi tersebut.
Keberadaan pasal karet memang menjadi salah satu faktor penyebab mencuatnya wacana revisi UU ITE.
Menurut Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej setidaknya terdapat tiga pasal multitafsir yang termuat dalam UU ITE, yaitu Pasal 27, 28, dan 29.
Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu telah mengatakan akan meminta parlemen untuk menghapus pasal-pasal karet yang ada di dalam UU ITE jika tidak dapat memberikan rasa keadilan.
"Terutama menghapus pasal-pasal karet yang penafsirannya bisa berbeda-beda, yang mudah diinterpretasikan secara sepihak," ujar Presiden pada Februari lalu.
Semangat UU ITE adalah untuk menjaga ruang digital Indonesia agar lebih bersih, sehat, beretika, dan bisa dimanfaatkan secara produktif. Presiden tidak ingin implementasi UU tersebut justru menimbulkan rasa ketidakadilan.
Semua Pasal Dibutuhkan
Pakar ITE dari Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Perbanas Surabaya,Ronny berpendapat langkah pemerintah untuk melakukan revisi terbatas, alih-alih mencabut UU tersebut sudah sangat tepat.
Menurut dia, keputusan pemerintah tidak mencabut UU tersebut karena Indonesia masih membutuhkan payung hukum dalam mengatur dan melindungi penggunaan teknologi informasi.
Terpidana kasus pelanggaran UU ITE Baiq Nuril (kiri) menjawab pertanyaan wartawan usai menjalani sidang perdana pemeriksaan berkas memori PK di Pengadilan Negeri Mataram, NTB, Kamis (10/1/2019)./Antara-Dhimas B. Pratama
Ronny berpandangan bahwa dengan melakukan revisi UU ITE secara terbatas, seperti penambahan beberapa hal dalam pasal yang dianggap multitafsir, sudah cukup untuk menjawab kerancuan yang selama ini terjadi.
"Saya kira pemerintah tidak akan menghapus satu pun pasal dalam UU ITE karena semua pasal tersebut dibutuhkan dalam pengaturan dan perlindungan hukum, kemungkinan yang bisa terjadi ke depan ada penambahan pasal," ucap dia saat dihubungi Antara.
Terkait penambahan pasal yang dimaksud Ronny, sebenarnya hal itu telah disampaikan pemerintah. Mahfud mengatakan dalam revisi terbatas UU ITE juga akan dilakukan penambahan satu pasal untuk memperkuat ketentuan yang ada.
"Memang kemudian untuk memperkuat itu ada satu penambahan pasal yaitu Pasal 45 C," ucap dia.
Selain menambahkan pasal, pemerintah juga akan menerbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 kementerian/lembaga, yakni Kemenkominfo, Kejagung dan Polri."
Keberadaan SKB tersebut nantinya akan menjadi pedoman teknis untuk mengatasi kecenderungan salah tafsir dan ketidaksamaan penerapan UU ITE.
Pedoman tersebut akan berbentuk buku saku yang akan diedarkan ke masyarakat hingga polisi dan jaksa.
Warganet Setuju Revisi
Terdakwa kasus dugaan pencemaraan nama baik Ahmad Dhani (tengah) mendengarkan keterangan saksi ahli saat menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Jawa Timur, Selasa (19/3/2019)./Antara-Moch Asim
Banyak pihak mendukung wacana revisi UU ITE ini. Peneliti media sosial Ismail Fahmi menyatakan bahwa berdasarkan analisis percakapan di Twitter, terlihat bahwa warganet setuju UU ITE direvisi.
Hasil penelitian menggunakan alat Drone Emprit yang ia kembangkan, menunjukkan percakapan publik tentang revisi UU ITE sangat tinggi ketika Presiden Joko Widodo mengutarakan wacana tersebut pada pertengahan Februari.
Data yang dia peroleh, percakapan di Twitter tentang revisi UU ITE mendekati 25.000 cuitan pada 16 Februari.
"Banyak yang pro revisi UU ITE," kata Ismail kepada Antara.
Berdasarkan data yang diterbitikan SAFEnet mengenai besarnya kasus pidana yang menjerat warga terkait UU ITE, tercatat hingga 30 Oktober 2020 jumlahnya mencapai 324 kasus.
Dari jumlah tersebut, sebanyak 209 orang dijerat pasal 27 ayat 3 tentang pencemaran nama baik, 76 orang dijerat pasal 28 ayat 3 tentang ujaran kebencian, serta 172 kasus dilaporkan berasal dari unggahan di media sosial.
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menilai revisi UU ITE memang perlu dilakukan untuk menjamin kebebasan berpendapat di ruang digital dengan tetap menjaga hak dan kewajiban sesama warga di mata hukum.
Keberadaan UU ITE dinilai dapat menangkal penyebaran berita bohong, konten pornografi, serta meredam masifnya ujaran kebencian melalui media sosial, sehingga keadaban publik melalui keadaban daring dapat terwujud.
"Diharapkan semakin menguatkan demokrasi Pancasila di Indonesia," ucap pria yang akrab disapa Bamsoet tersebut.
Pembahasan di Parlemen
Ilustrasi - Suasana Rapat Paripurna di DPR/Antara-Puspa Perwitasari
Hasil kajian Tim Revisi UU ITE telah diumumkan kepada publik. Sebelum dilanjutkan ke pembahasan di Parlemen, masih terdapat sejumlah tahapan yang harus dilalui.
Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate menyampaikan bahwa hasil kajian tersebut dilaporkan terlebih dahulu ke Presiden Jokowi.
Setelah itu, akan ditentukan apakah wacana revisi tersebut menjadi usulan pemerintah atau DPR.
Revisi terbatas UU ITE ini juga harus dimasukkan ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas, agar pembahasan bisa segera dimulai.
"Jadi tahapan itu harus didahului dulu," kata Menteri Johnny.
Jadi, soal kelanjutan revisi, perlu bersabar untuk mengikuti tahap yang masih akan butuh waktu tidak sebentar itu.