Bisnis.com, JAKARTA - Dirjen Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus menyatakan perkembangan wabah Covid-19 di India sangaat memilukan, sehinggga mengerahkan 2.600 ahli berbagi penyakit untuk bekerjasama dengan pemerintah negara itu.
Tedros menuturkan, bahwa gelombang rekor kasus Covid-19, dan kematian telah mengakibatkan rumah sakit dibanjiri pasien. Sedangkan krematorium bekerja dengan kapasitas penuh di India.
Lonjakan kasus dalam beberapa hari terakhir telah membuat keluarga pasien menggunakan media sosial untuk meminta pasokan oksigen dan tempat tidur rumah sakit yang tersedia. Akibatnya, New Delhi terpaksa memperpanjang penguncian selama seminggu.
"WHO melakukan segala yang kami bisa, menyediakan peralatan dan pasokan penting," kata Tedros seperti dikutip ChannelNewsAsia.com, Selasa (27/4/2021).
Dia mengatakan, WHO mengirimkan "ribuan konsentrator oksigen, rumah sakit bergerak, dan persediaan laboratorium".
“WHO juga telah mengerahkan lebih dari 2.600 ahli dari berbagai program, termasuk polio dan tuberkulosis, untuk bekerja dengan otoritas kesehatan India guna membantu menghadapi pandemi,” ujarnya.
Baca Juga
Negara berpenduduk 1,3 miliar itu telah menjadi hotspot terbaru dari pandemi yang telah menewaskan lebih dari tiga juta orang di seluruh dunia.
Peningkatan jumkah korban itu terjadi ketika negara-negara yang lebih kaya mengambil langkah menuju normalitas dengan program percepatan vaksinasi.
Amerika Serikat (AS) dan Inggris bergegas mengirim ventilator dan bahan vaksin untuk membantu India mengatasi krisis, sementara sejumlah negara lain juga menjanjikan dukungan.
Sejak Virus Corona pertama kali muncul di China pada akhir 2019, Covid-19 telah menewaskan lebih dari 3,1 juta orang dari setidaknya 147 juta orang yang terinfeksi, menurut penghitungan dari sumber resmi.
Tedros prihatin, karena jumlah kasus baru global meningkat selama sembilan minggu terakhir berturut-turut.
"Singkatnya, peningkatan kasus di seluruh dunia minggu lalu sama dengan lima bulan pertama pandemi," katanya.
AS tetap menjadi negara yang paling parah terkena dampak, dengan sekitar 572.200 kematian dan lebih dari 32 juta infeksi, diikuti oleh Brasil dan Meksiko.