Bisnis.com, JAKARTA - Sidang kasus kematian George Floyd dengan terdakwa Derek Chauvin, mantan anggota Kepolisian Minneapolis, AS, berlangsung dalam suasana dramatis.
Blomberg, edisi Selasa (20/4/2021) yang diupdate pada Rabu (21/4/2021) menggambarkan bagaimana suasana dramatis terbangun di persidangan.
Jaksa membuka kasus yang mereka tangani dengan menayangkan video viral, memberi tahu para juri bahwa detik-detik saat Chauvin berlutut pada Floyd menjadi "waktu paling penting".
Mereka membuat kasus secara kronologis, memanggil petugas kepolisian rekan Chauvin, paramedis, dan pengamat untuk menggambarkan ulang setiap tahap menjelang kematian Floyd.
Pakar medis menjelaskan bagaimana tindakan Chauvin merampas oksigen dari Floyd, dan membunuhnya.
Orang-orang yang lewat, yang menyaksikan kejadian itu, memberi tahu para juri tentang seruan yang semakin panik bagi Chauvin untuk membiarkan Floyd bernapas.
Baca Juga
Salah satu saksi menceritakan bagaimana ia menelepon departemen kepolisian untuk melaporkan petugasnya sendiri.
Pengadilan atas Chauvin menjadi perhatian dan terkenal. Sejumlah petugas polisi, termasuk Kepala Kepolisian Medaria Arradondo, bersaksi melawan Chauvin, yang merupakan bagian dari mereka.
Mereka menolak sikap melindungi teman sendiri, solidaritas semu dalam bungkus budaya tutup mulut yang secara historis merasuki dunia penegakan hukum.
Anggota Departemen Kepolisian Minneapolis dan pakar penggunaan kekuatan lainnya bahkan bersaksi bahwa tindakan Chauvin "secara obyektif tidak masuk akal".
Kesediaan polisi untuk bersaksi melawan Chauvin sama dengan “titik perubahan,” kata Arthur Ago, direktur Proyek Peradilan Pidana di Komite Pengacara untuk Hak Sipil.
"Kami akan melihat apakah partisipasi polisi seperti itu dalam penuntutan petugas polisi lainnya terus berlanjut," kata Ago.
Tanpa partisipasi petugas polisi lainnya, ujar Ago, semua orang akan kembali ke posisi semula sebelum persidangan ini. Para juri juga akan terombang-ambing.
Tuduhan pembunuhan tingkat dua membawa hukuman maksimal 40 tahun, dan pedoman hukuman merekomendasikan 12 1/2 tahun. Chauvin juga dihukum karena pembunuhan tingkat tiga.
"Saya tidak akan menyebut putusan hari ini sebagai keadilan, karena keadilan menyiratkan pemulihan yang benar," kata Keith Ellison, Jaksa Agung Minnesota yang memimpin penuntutan, pada sebuah konferensi pers.
Ellison menyebut soal tranparansi hukum, yang akan menjadi modal tercapainya keadilan.
"Ini adalah akuntabilitas, yang merupakan langkah pertama menuju keadilan," ujarnya.
Vonis terhadap Chauvin menjadi persiapan bagi persidangan berikutnya yang akan menghadirkan petugas lain sebagai terdakwa atas kematian Floyd.
Thomas Lane, J. Alexander Kueng, dan Tou Thao dituduh membantu dan bersekongkol dalam kematian Floyd. Kasus ini, diprediksi akan berdampak jauh hingga di luar Minneapolis.
“Dunia benar-benar memiliki kesempatan untuk melihat dan melihat bagaimana keadilan ditegakkan,” kata Sharon Fairley.
Fairley adalah profesor di Fakultas Hukum Universitas Chicago, yang mendirikan Kantor Akuntabilitas Polisi di kota itu.
“Insiden itu sendiri menciptakan perdebatan seputar reformasi kepolisian yang jauh lebih kuat dari yang pernah kita lihat sebelumnya. Percakapan itu tidak akan pernah terdengar bahkan lima tahun yang lalu," ujarnya.