Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Banyak Warga Paksakan Mudik Lebaran, Ini Kata Pakar

Memaksakan mudik dalam kondisi seperti saat ini bisa menimbulkan lonjakan kasus positif Covid-19.
Penumpang antre untuk memasuki area peron di memasuki Stasiun Pasar Senen, Jakarta, Jumat (25/12/2020). PT Kereta Api Indonesia telah menjual 428.000 tiket KA untuk periode masa libur Natal dan Tahun Baru 2021 keberangkatan 18 Desember 2020 - 6 Januari 2021. /ANTARA
Penumpang antre untuk memasuki area peron di memasuki Stasiun Pasar Senen, Jakarta, Jumat (25/12/2020). PT Kereta Api Indonesia telah menjual 428.000 tiket KA untuk periode masa libur Natal dan Tahun Baru 2021 keberangkatan 18 Desember 2020 - 6 Januari 2021. /ANTARA

Bisnis.com, JAKARTA – Setelah pemerintah melarang mudik Lebaran pada 6-17 Mei 2021, masyarakat tak habis akal dengan cara mudik lebih awal. Hal ini dinilai pakar berbahaya karena bisa menimbulkan lonjakan kasus baru.

Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (UI) Hasbullah Thabrany mengatakan, bahwa pelarangan mudik dari sudut pandang kesehatan saat pandemi Covid-19 sebagai langkah tepat.

Pasalnya, memaksakan mudik dalam kondisi seperti saat ini bisa menimbulkan lonjakan kasus positif Covid-19, karena penularan Covid-19 terjadi antarmanusia dalam jarak dekat dan tidak melalui perantara seperti flu burung.

“Sehingga solusi terbaik adalah membuat jarak atau kontak antar manusia sedikit mungkin. Nah, mudik berpotensi menciptakan kerumunan, baik saat perjalanan maupun di kampung halaman,” kata Hasbullah, mengutip keterangan resmi KPC PEN, Kamis (15/4/2021).

Apalagi, lanjut Hasbullah, jika berkumpul itu, sifat manusia kerap lupa menjaga jarak atau menerapkan protokol kesehatan.

"Ini kalau tidak dikendalikan akan menimbulkan kasus baru. Saat ini dengan teknologi, silaturahmi bisa dilakukan dengan telepon atau video call kapan saja,” ujarnya.

Soal anggapan mudik bisa menggerakkan ekonomi daerah saat pandemi saat ini, Hasbullah mengatakan, banyak hal lain yang bisa dilakukan selain mudik.

Misalnya dengan mengalihkan fungsi ongkos mudik yang nilainya tidak sedikit untuk investasi di daerah. Menurutnya, ongkos mudik sekeluarga itu tidak murah, bahkan mungkin bisa untuk membeli sebidang tanah di daerah.

“Lagi pula saat ini amat mudah mengirim uang untuk keluarga atau sanak saudara di daerah melalui layanan perbankan. Uangnya tetap bisa dibelanjakan di kampung halaman dan roda perekonomian di daerah tetap berjalan tanpa harus mudik,” tegasnya.

Hasbullah menyarankan ongkos mudik bisa dialihkan untuk membantu yayasan yatim piatu atau lembaga pendidikan.

Sebaliknya, jika muncul lonjakan kasus baru karena memaksakan mudik justru akan menyebabkan pemerintah mau tidak mau akan melakukan pengetatan lagi yang menyebabkan juga orang makin tidak bergerak ekonomi juga tak bergerak.

Dengan demikian, untuk jangka panjangnya, kalau tidak dilarang mudik justru dampak pertumbuhan ekonomi akan lebih besar.

"Karena lonjakan kasus baru akan menimbulkan reaksi ketakutan baru. Ekonomi melambat juga," tegasnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Mutiara Nabila
Editor : Nancy Junita
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper