Bisnis.com, JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) baru-baru ini memutuskan untuk melebur Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dengan Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek). Namun, menurut sejumlah pakar pendidikan, langkah tersebut tak ada manfaatnya.
Pengamat Pendidikan dari Komisi Nasional Pendidikan, Andreas Tambah menyebut, bahwa langkah tersebut justru menujukkan ada kesalahan komposisi yang dibuat di awal pemerintahan, sehingga perlu dirombak mendadak.
“Kalau dari saya, memandang nggak terlalu bermanfaat digabung, mungkin karena kinerja yang kurang bagus, dianggap pemborosan atau sebagainya, atau kurang berhasil, sehingga rencananya digabungkan,” kata Andreas kepada Bisnis, Kamis (15/4/2021).
Adreas mengatakan, perlu ada pimpinan yang betul-betul kompeten baik di bidang riset untuk keilmuan dan riset untuk diaplikasikan kepada industri untuk membangun perekonomian.
“Karena ada isu diganti, ini sosoknya harus betul-betul orang yang punya visi dan komitmen kuat, kalau tidak kinerjanya Kemendikbud yang sudah berjalan selama ini akan kembali ke nol,” ujar Andreas.
Selanjutnya, pengamat pendidikan Indra Charismiadji mengatakan, bahwa peleburan kedua kementerian kali ini tak didasari alasan yang jelas. Hal ini membuat para pakar sulit menilai sisi positif dari peleburan ini.
Baca Juga
Kemudian, Indra menilai bahwa sesungguhnya bidang yang dilakukan di Kemendikbud dan Kemenristek adalah dua hal yang berbeda walaupun sama-sama memerlukan riset.
“Di Kemendikbud itu risetnya lebih ke dasar keilmuan, bagaimana cara berpikir punya dasar yang kuat, nggak salah pikir, tafsir. Itu yang dibutuhkan di Kemendikbud. Sedangkan kalau di ristek harusnya adalah sesuatu yang aplikatif. Jadi dua hal yang berbeda. Ini kalau digabungkan nggak kebayang nanti akan kebingungan sendiri nggak mereka?” kata Indra.
Potensi Kebingungan
Adanya potensi kebingungan tugas dari menteri membuat Indra makin khawatir melihat selama pandemic, menurutnya, kinerja Mendikbud Nadiem masih jauh dari yang diharapkan.
“Tugasnya kan dari program Jokowi untuk membangun SDM unggul. Ini urusan PJJ [pembelajaran jarak jauh] saja enggak beres-beres. Jadi istilahnya takutnya terjadi loss generation. Jadi kinerja Kemendikbud ini kan sebetulnya sudah mundur, bahkan Bank Dunia malah memprediksi lebih mundur lagi karena bisa dibilang setahun ini anak-anak enggak belajar,” ujarnya.
Senada, pengamat pendidikan dari Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji mengatakan peleburan Kemendikbud dan Kemenristek membuat urusan riset dan teknologi menjadi tereduksi dan kian tidak strategis.
“Ini membuktikan kegagalan pemerintah dalam melakukan perencanaan. Dan gagal pula dalam mainstreaming riset dan teknologi sebagai basis kebijakan dan pijakan inovasi dan jawaban atas berbagai tantangan bangsa ini,” ungkap Ubaid.