Bisnis.com, JAKARTA - Lebih dari 500 orang dilaporkan tewas dalam aksi kekerasan oleh militer Myanmar terhadap pemrotes pelaku kudeta yang telah menggulingkan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi, menurut sebuah kelompok pemantau lokal pada hari ini.
Jumlah korban yang suram itu tercatat pada saat kekuatan dunia meningkatkan kecaman mereka atas tindakan kejam militer melawan gerakan yang menuntut pemulihan demokrasi dan pembebasan Aung San Suu Kyi.
Washington menangguhkan pakta perdagangan dengan Myanmar dan Sekjen PBB Antonio Guterres menyerukan front persatuan global untuk menekan junta setelah lebih dari 100 pengunjuk rasa tewas dalam kekerasan berdarah pada akhir pekan.
Unjuk rasa harian di seluruh Myanmar oleh pendemo yang tak bersenjata ditanggapi dengan gas air mata, peluru karet dan peluru tajam.
Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP) menyatakan telah mengkonfirmasi total 510 kematian warga sipil dan memperingatkan bahwa jumlah sebenarnya mungkin jauh lebih tinggi.
Sekjen PBB Guterres mendesak pemerintah Myanmar untuk melakukan "transisi demokrasi yang serius".
Baca Juga
"Benar-benar tidak dapat diterima melihat kekerasan terhadap orang-orang pada tingkat yang begitu tinggi, begitu banyak orang terbunuh," kata Guterres dalam konferensi pers seperti dikutip ChannelNewsAsia.com, Selasa (30/3/2021).
Pihaknya membutuhkan kebersamaan dan komitmen dari komunitas internasional untuk memberikan tekanan guna memastikan bahwa situasinya bisa berbalik.
Pemerintahan Presiden Amerika Serikat Joe Biden mengumumkan kemarin, bahwa Perjanjian Kerangka Perdagangan dan Investasi 2013 akan ditangguhkan sampai demokrasi dipulihkan.
"Amerika Serikat mengutuk keras kekerasan brutal pasukan keamanan Myanmar terhadap warga sipil," kata Perwakilan Dagang AS Katherine Tai.
Pernyataan tersebut secara efektif menghapus Myanmar dari Sistem Preferensi Umum, di mana AS memberikan akses bebas bea ke beberapa impor dari negara berkembang jika mereka memenuhi standar utama.
Mengabaikan pertumpahan darah, pengunjuk rasa muncul lagi kemarin sembari melayat ke pemakaman dengan menantang menunjukkan penghormatan tiga jari yang telah menjadi simbol dari gerakan tersebut.
Dewan Keamanan PBB akan bertemu pada Rabu (31/3/2021), untuk membahas situasi tersebut, kata sumber diplomatik, setelah Inggris menyerukan pertemuan darurat.