Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

AS Tangguhkan Perdagangan dengan Myanmar

Sejak saat itu, diperkirakan 3.000 penduduk desa telah melarikan diri dengan melintasi Sungai Salween menuju Thailand.
Bendera Amerika Serikat/WallpaperCave
Bendera Amerika Serikat/WallpaperCave

Bisnis.com, JAKARTA - Serangkaian serangan udara oleh militer Myanmar telah mendorong ribuan orang melintasi perbatasan negara dengan Thailand, sehingga menambah dimensi baru pada krisis yang sudah bergejolak dan mematikan.

Serangan terhadap daerah-daerah yang didominasi oleh etnis Karen dimulai pada Sabtu (27/3/2021).

Sejak saat itu, diperkirakan 3.000 penduduk desa telah melarikan diri dengan melintasi Sungai Salween menuju Thailand.

Sejumlah warga lainnya tidak diketahui telah mengungsi secara internal ke hutan-hutan di sisi sungai Myanmar.

“Ada ledakan besar, dan banyak rumah serta bangunan yang terbakar,” kata Naw Wah Khu Shee, Direktur Jaringan Dukungan Perdamaian Karen.

Dia mengatakan, setidaknya tiga orang tewas dalam serangan hari Sabtu, termasuk seorang gadis berusia tujuh atau delapan tahun, dan delapan lainnya terluka parah seperti dikutip TheGuardian.com, Selasa (30/3/2021).

Pemerintah telah memerangi pejuang Karen selama bertahun-tahun seperti yang terjadi dengan kelompok etnis minoritas lainnya yang menginginkan lebih banyak otonomi.

Akan tetapi, serangan udara adalah perkembangan yang mengkhawatirkan pada saat junta dengan keras menekan aksi protes anti-kudeta.

Lebih dari 100 orang, termasuk beberapa anak-anak, tewas di kota-kota di seluruh negeri pada akhir pekan.

Para pemimpin perlawanan terhadap kudeta militer bulan lalu yang menggulingkan pemerintah terpilih Myanmar menyerukan kepada enis Karen dan kelompok etnis lainnya untuk bersatu dan bergabung dengan mereka sebagai sekutu dalam "tentara federal", yang akan menambah elemen bersenjata dalam perjuangan mereka.

"Situasi berkembang menjadi perang saudara habis-habisan," kata seorang pengunjuk rasa berbasis di Mandalay, yang meminta namanya tidak disebutkan karena takut akan pembalasan oleh militer.

Sementara itu, Amerika Serikat (AS) menangguhkan semua keterlibatan perdagangan dengan Myanmar yang telah diatur dalam perjanjian perdagangan dan investasi 2013.

Penangguhan itu dilakukan sampai kembalinya pemerintah yang terpilih secara demokratis, ujar perwakilan perdagangan AS, Katherine Tai seperti dikutip ChannelNewsAsia.com.

Penangguhan kesepakatan perdagangan AS terjadi setelah Presiden Joe Biden mengutuk peristiwa akhir pekan itu sebagai kejadian "mengerikan".

Adapun, utusan hak asasi PBB mengecam tindakan itu dengan  menyebut aparat  militer Myanmar "memalukan, pengecut, dan brutal".

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Nancy Junita
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper